Pada pertandingan yang sama itulah sprinter AS Jim Hines menjadi manusia pertama yang melesat di trek sepanjang 100 meter dengan waktu 9,95 detik.
Dorongan untuk menciptakan lintasan yang menunjang sprinter berlari lebih cepat terus berkembang, seperti menggunakan butiran karet vulkanisir yang kini tengah dipertimbangkan.
Pada Olimpiade Beijing 2008, pembuat permukaan trek dari Italia Mondo merayakan lima rekor dunia yang tercipta di atas trek yang dipasoknya untuk kompetisi atletik, hampir sama seperti yang dilakukan para pelari.
Selain urusan teknologi hardware sebagai sarana penunjang, sains dalam hal pelatihan dan nutrisi bagi para atlet juga berperan cukup besar.
Pelari hari ini dapat dianalisis secara menyeluruh, dan penyesuaian dilakukan pada teknik dan waktu reaksi.
Penelitian bahkan telah mengidentifikasi otot mana yang lebih penting bagi sprinter untuk berhasil.
Menurut data dari World Athletic, sejak pertama kali manusia bisa berlari 100m dibawah 10 detik pada tahun 1968 hingga tahun 2008, hanya 67 sprinter yang mampu berada di "sub 10"Â
Namun, dalam 10 tahun antara 2008 hingga 2018 ada 70 sprinter yang mampu berlari di bawah batas waktu 10 detik untuk 100m.
Dan dalam dua tahun terakhir hingga awal Juli 2021, terdapat 17 pria lagi yang masuk klub "sub-10" pertama mereka.
Dengan kombinasi teknologi dan sains dalam berlatih,  pelari Indonesia Lalu  Muhammad Zohri diyakini akan mampu menembus limit waktu dibawah 10 detik, saat ini rekor terbaik Zohri 10,03 detik yang diciptakan di Seri Golden Grandprix Osaka 2019 lalu.
Meskipun di Olimpiade Tokyo 2020 ini catatan waktunya hanya 10,26 detik sehingga tersingkir di babak penyisihan awal.