Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

3 Generasi "The Magnificent Seven" Tonggak Nama Besar Indonesia di Kancah Bulutangkis Dunia

1 Agustus 2021   06:02 Diperbarui: 1 Agustus 2021   06:19 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberhasilan ganda putri Indonesia Greysia Polli/Apriyani Rahayu menembus babak final serta kesuksesan tunggal putra Anthony Sinesuka Ginting melaju ke babak semifinal, menjadi semacam mood booster bagi masyarakat Indonesia yang tengah gloomy lantaran di dera pandemi Covid-19 yang masih belum sepenuhnya bisa dikendalikan.

Bagi Greysa/Apriyani sejarah dicatatkan oleh mereka, pasangan ini merupakan ganda putri Indonesia pertama yang berhasil menembus babak semifinal dan final olimpiade sejak bulutangkis dipertandingan di Olimpiade Barcelona 1992.

Awalnya pasangan ganda putri terbaik milk Indonesia ini tak diperhitungkan akan menembus hingga final, meskipun harapan itu tetap ada.

Target emas sebenarnya dibebankan pada ganda putra yang secara matematis dan peringkat memang lebih memungkinkan untuk meraih medali impian para olimpian tersebut.

Apa mau dikata, 2 ganda putra Indonesia harus mengakui keunggulan lawan-lawannya sebelum partai puncak.

Hendra/Ahsan meskipun berhasil meraih pencapaian tertingginya sebagai semifinalis olimpiade, tetapi gagal menjejakan kakinya di final setelah dikalahkan pasangan Lee/Wang dari China Taipe yang memang tengah on fire.

Sementara ganda putra lain Indonesia, Kevin/Markus sudah tersingkir lebih dulu di babak perempatfinal kalah dari pasangan Malaysia Aaron Chia/ Soh Wooi Yik.

Pun dengan  pasangan ganda campuran Indonesia Praveen Jordan/Melati Deva yang tak bisa meneruskan kiprahnya lantaran kalah dari unggulan pertama asal China.

Wakil Indonesia lain Jonathan Christie tak mampu melewati hadangan Shi Yu Qi di babak perdelapan final, demikian pula dengan tunggal putri Gregoria Mariska tunjung yang tersingkir di babak yang sama dengan Jojo kalah dari wakil Thailand Ractnarok Intanon.

Bagaimana pun hasilnya mereka telah berusaha memberikan yang terbaik bagi Merah Putih, dan itu patut kita hargai.

Bagi Ginting sendiri lolosnya dia ke babak semifinal menjadikan dirinya tunggal putra ke-5 Indonesia yang lolos ke semifinal olimpiade setelah Alan Budi Kusumah, Ardy Bernadus Wiranata, Taufik Hidayat dan Sony Dwi Kuncoro.

Jika lolos ke final maka Ginting menjadi orang ke-3 Indonesia yang mampu lolos ke final olimpiade, dan hebatnya setiap pemain Indonesia yang lolos ke final selalu meraih medali emas.

Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan salah satu kekuatan utama bulutangkis dunia. Bulutangkis bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi semacam identitas nasional yang mampu menembus batas sekat-sekat perbedaan.

Ketika olahraga  lain seperti kesulitan berprestasi ditingkat global, bulutangkis selalu menjadi penyelamat wajah Indonesia di mata dunia.

Namun, untuk sampai pada titik seperti ini bukan perkara mudah dan tercipta secara instan, ada sejarah panjang dibalik nama baik Indonesia yang mendunia di cabang olahraga bulutangkis ini.

Paling tidak ada 3 generasi "The Magnificent Seven" yang membangun nama kokoh Indonesia dalam kancah bulutangkis dunia.

Seperti halnya kisah koboi di film koboy klasik Maginificent Seven, seperti  kisah samurai di Seven Samurai, ada tujuh pebulutangkis Indonesia  di 3 generasi  yang membuat nama Indonesia menjulang di olahraga tepok bulu ini.

Generasi pertama The Magnificent Seven Indonesia mulai dikenal dunia di akhir tahun 1950an.

Mereka terdiri dari Ferry Sonneville, Tan Joe Hok, Tan King Gwan, Eddy Joesoef, Njoo Kim Bie, Lie Pon Djian, dan Olich Solihin.

Ketujuh pebulutangkis itu merajai berbagai turnamen bulutangkis dunia, yang saat itu jumlahnya masih sangat terbatas.

Ferry Soneville mulai bersinar sejak menjuarai Malaysia terbuka 1955 dan Dutch Open 1956, puncaknya bersama keenam rekannya tersebut membawa Indonesia berjaya menjadi juara Thomas Cup 1958, ajang kejuaraan dunia beregu pria bulutangkis yang saat itu secara berturut-turut sebanyak 3 kali direbut Malaysia.

Sejak saat itu Indonesia terus berjaya, bersaing ketat dengan Malaysia dan Denmark untuk merebut Piala Thomas yang sangat bergengsi.

Kemudian di ajang multi event Asian Ganes 1962 mereka menyapu bersih seluruh medali emas cabor bulutangkis.

Mereka bisa disebut sebagai peletak tonggak prestasi hebat Indonesia di cabang olahraga bulutangkis dunia yang dikenal hingga saat ini

Generasi kedua The Magnificent Seven Indonesia muncul pada tahun 1970 untuk meneruskan estafet prestasi gemilang Indonesia di bulutangkis dunia.

Di generasi kedua ini ada nama-nama Rudy Hartono, Liem Swie King, Iie Sumirat  di tunggal putra, sementara ganda putra terdiri dari Tjun-Tjun/ Johan Wahyudi dan Christian Hadinata/Ade Chandra.

Magnificent Seven generasi kedua dilabelkan kepada mereka setelah ketujuh pebulutangkis tersebut secara perkasa mamou merebut gelar Piala Thomas pada tahun 1976 dan 1979.

Secara individu pun mereka luar biasa, merajai berbagai turnamen utama dunia seperti All England, di tunggal putra Rudy Hartono menjuarai All England 7 kali, Liem Swie King, 3 kali merebut gelar All England.

Kemudian di ganda putra Tjun-Tjun/Johan Wahyudi  6 kali menjuarai All England. Ganda putra lain Christian Hadinata/Ade Chandra berhasil merebut juara All England 3 kali.

Di generasi ini pula muncul nama-nama pebulutangkis wanita yang membuat nama Indonesia di dunia lebih berkibar seperti Minarni, Imelda Wiguna, Tati Sumirah.

Di generasi 1990an The Magnificent Seven Generasi ke-3 muncul nama-nama seperti Alan Budi Kusumah, Ardy Bernadus Wiranata, Joko Supriyanto  dan Hermawan Susanto di nomor tunggal putra yang secara bergantian merajai berbagai turnamen dunia.

Bahkan pada Olimpiade 1992 di Barcelona 3 tunggal putra Indonesia menguasai babak semifinal yang akhirnya berhasil menghasilkan 1 emas, 1 perak dan 1 perunggu dari nomor tunggal putra melalui Alan Budi Kusumah, Ardi BW, dan Hermawan Susanto.

Di ganda putra ada nama Eddy Hartono/Rudy Gunawan yang saat itu berhasil meraih medali Perak.

Di tunggal putri ada legenda Indonesia Susi Susanti yang prestasinya masih belum bisa dilewati pemain putri Indonesia manapun.

Ia berhasil meraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 dan ikut mengantarkan Indonesia 2 kali meraih piala Uber lambang supremasi bulutangkis beregu wanita.

Setelahnya, Indonesia terus mendulang prestasi di cabang olah raga ini termasuk Olimpiade pada tahun-tahun berikutnya yang menjadi tolok ukur ukur puncak prestasi seorang atlit.

Semoga ganda putri Greysia Polli/Apriyani Rahayu dan tunggal putra Anthony Sinesuka Ginting bisa mempertahankan tradi emas dari cabang olahraga bulutangkis seperti para pendahulunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun