Padahal seharusnya 2 hal penting dalam kehidupan bermasyarakat itu bisa beriringan saling melengkapi satu sama lain
Kondisi seperti ini terpampang jelas jika kita mengamati media sosial di berbagai platform terutama di Twitter.
Saya mengamati pergerakan  berbagai isu yang potensial menimbulkan pro dan kontra di platform tersebut dan mendapati iramanya konstan seperti itu.
Jika isu yang lagi ramai menghantam pemerintah, seperti misalnya kritikan BEM UI Jokowi : The King of Lip Service, para pihak yang selama ini dikenal berseberangan dengan pemerintah ramai-ramai mendukung mereka yang melakukan kritik seolah ikut menari digenderang yang dibunyikan oleh mahasiswa tersebut.
Dan pihak pendukung pemerintah biasanya akan jeda sejenak sambil sesekali mengeluarkan narasi-narasi defensif.
Setelah beberapa saat, mereka yang mendukung pemerintah akan menguliti pihak -pihak yang menjadi sumber keributan itu dalam hal kasus BEM UI, Leon Ketua BEM UI menjadi sasaran tembak seluruh jejak digitalnya dikuliti, untuk membunuh karakternya agar terlihat busuk.
Pun demikian jika isu menghantam pihak yang berseberangan dengan pemerintah, seperti misalnya saat Rizieq Shihab tersandung kasus protokol kesehatan yang kemudian diikuti pula dengan pembubaran organisasi massa yang didirikaannya Front Pembela Islam (FPI).
Pihak yang selama ini berseberangan dengan mereka yang notebene-nya pendukung pemerintah ikut berjoget menggunakan irama yang dibunyikan oleh pemerintah.
Pihak yang berseberangan dengan pemerintah pun dalam posisi ini, biasanya akan bersikap defensif untuk kemudian akan menyerang balik dengan narasi-narasi mendiskreditkan pemerintah yang biasanya dikaitkan dengan agama tertentu.
Kejadian-kejadian seperti ini terus berlangsung, seolah keterbelahan atau polaritas itu sengaja dipelihara agar mereka yang berada di posisi elit negeri masih memiliki massa yang diharapkan dapat mendukung mereka untuk meraih kekuasaan.
Sepertinya mereka para elit baik dari pihak pemerintah dan oposisi memelihara keterbelahan ini agar terus abadi, malangnya masyarakat secara tidak sadar mengikuti irama yang mereka bunyikan.