Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polemik PPN Sembako dan Pendidikan, Potret Buram Komunikasi Pemerintah yang Buruk

14 Juni 2021   13:31 Diperbarui: 14 Juni 2021   13:51 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gonjang-ganjing,  pro dan kontra rencana pengenaan pajak barang-barang kebutuhan pokok atau biasa disebut sembako dan pendidikan yang berujung polemik sebenarnya lumrah saja di era demokrasi seperti saat ini. 

Bukan urusan teknis perpajakan dan proses legislasinya yang saya cermati disini, tetapi masalah komunikasinya.

Pemerintah Cq Kementerian Keuangan terlihat kedodoran menghadapi bombardir isu yang menurut pemerintah "tidak benar."

Jajaran petinggi Kemenkeu cenderung bersifat defensif dan terkesan menyalahkan pemahaman masyarakat tentang wacana revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Seperti yang diungkapkan oleh Staf Khusus Menkeu Yustinus Prastowo seperti dilansir Kompas.Com.

"Dapat kami sampaikan kemarin itu wacana PPN atas sembako dan jasa pendidikan yang ramai itu sebenarnya bagian kecil dari konsep RUU yang dipotong, dicabut sehingga bunyinya terlepas dari maknanya," ujarnya, Sabtu (12/06/21).

Selain itu, mereka malah menyoal dan mempermasalahkan bocornya draft beleid tersebut padahal yang seharusnya diperhatikan adalah esensinya, diawal isu ini naik kepermukaan tak ada penjelasan yang firm terkait pengenaan pajak sembako dan pendidikan tersebut, jika tak benar katakanlah itu tak benar.

Namun jika benar wacana revisi itu yang salah satu isinya mengenakan pajak sembako dan pendidikan katakanlah apa adanya.

Bukan dengan penjelasan yang normatif, mengawang-ngawang yang malah membuat masyarakat bertambah bingung, sehingga ketika ada pihak yang menggoreng isu yang tak sepenuhnya benar, masyarakat tanpa ragu-ragu menelannya, akhirnya polemik meluas dan tak terkontrol lagi, seperti yang terjadi saat ini.

Andai saja dari awal, pihak Kemenkeu langsung saja membuka secara komprehensif draft beleid itu dan dikomunikasikan kepada masyarakat mungkin polemik itu tak akan meluas.

Bisa jadi mungkin maksud pemerintah merancang revisi UU KUP  itu sangat baik bagi sistem perpajakan Indonesia.

Sistem perpajakan adalah konsep yang bersifat sustainable. Seperti diungkapkan Yustinus RUU KUP ini nantinya akan membuat pajak lebih berkeadilan dengan kebijakan multitarif.

Jadi nantinya PPN yang dikenakan tak gebyah uyah, untuk sembako misalnya beras impor dari Jepang yaang berharga mahal yang biasanya dikonsumsi orang kaya akan dikenakan PPN sementara beras yang dikonsumsi masyarakat kebanyakan tak akan kena PPN.

Daging Wagyu yang supermahal bakal kena PPN sementara daging sapi biasa apalagi produk dalam negeri tak terkena PPN.

Pun demikian dengan pendidikan, sekolah swasta yang supermahal bakal dikenai PPN, sementara sekolah negeri dan swasta biasa PPN nya 0 persen.

Teknisnya memang belum jelas benar lantaran biasanya untuk pelaksanaannya akan diatur oleh aturan turunannya.

Nah, tapi harus diingat aturan atau kebijakan sebaik apapun, jika tak dikomunikasikan dengan baik kepada para pemangku kepentingan sudah hampir dapat dipastikan hasilnya juga tak akan baik yang sangat mungkin disalahpahami.

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang kepada pihak lain, dengan tujuan untuk memberitahukan sesuatu hal,  yang memungkinkan pihak tersebut memahami, mengubah sikap atau perilaku pihak tersebut.

Penyampaian informasinya bisa secara verbal dan non-verbal dengan menggunakan media tertentu atau secara langsung.

Sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan jika tak dikomunikasikan dan disosialisasikan secara baik, komprehensif, dan jelas hasilnya tak akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Apalagi dalam era demokrasi seperti saat ini, komunikasi menjadi sangat penting. Ketika ada missing link ditengahnya sangat mungkin kebijakan yang mestinya berdampak bagus bagi masyarakat diputarbalikan isunya.

Demokrasi menuntut komunikasi yang efektif dan efesien karena prinsipnya dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat sehingga penting bagi pemerintah dalam sistem demokrasi mengkomunikasikan segala kebijakan yang akan dikeluarkan kepada rakyatnya maupun kepada wakil rakyat.

Untuk isu PPN Sembako dan Pendidikan ini jangankan rakyat biasa alias awam, bahkan wakil rakyat yang ada diparlemen  saja  seluruh fraksi yang ada menolak beramai-ramai kebijakan ini.

Artinya komunikasi yang terjadi memang tak berjalan dengan baik, ini lah yang harus segera diperbaiki. Bukan kali ini saja pemerintah Jokowi tergagap-gagap dalam hal mengkomunikasikan kebijakannnya.

Tentunya kita masih ingat penolakan UU Cipta Kerja, UU KPK hingga RUU KUHP oleh sebagian masyarakat. Pemerintah juga harus sadar bahwa bias informasi akibat polarisasi saat 2 pilpres sebelumnya masih terjadi hingga saat ini.

Polarisasi dua kubu akibat pilpres tersebut yang masih dirasakan hingga sekarang saat itu sejatinya menyebabkan satu efek yang dinamakan ingroup bias.

Sebuah fenomena di mana seseorang lebih cenderung untuk selalu bersama kelompoknya dibandingkan kelompok lain. 

Akibat dari polarisasi dan ingroup bias, terjadilah apa yang dinamakan sebagai confirmation bias. Di mana jika sebuah informasi yang datang dari kelompoknya akan ditelan mentah-mentah sekiranya dinilai menguntungkan, terlepas apakah hoaks atau tidak.

Jadi pekerjaan mengkomunikasikan sebuah kebijakan pemerintah kepada masyarakat menjadi 2 kali lebih berat. Untuk itu dibutuhkan sebuah tim komunikasi yang solid dengan kemampuan yang mumpuni dan mampu bertindak cepat dan tepat.

Komunikasi publik yang buruk, sangat mungkin menghilangkan persepsi positif dari niat baik dan kerja keras pemerintah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun