Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Asal Tahu Saja, Biaya Perjalanan Haji Itu Disubsidi 50 Persen

7 Juni 2021   11:11 Diperbarui: 27 Januari 2023   00:45 1337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar via kompas.com

Menyusul pembatalan keberangkatan ibadah haji tahun 2021 ini oleh pemerintah melalui Kementerian Agama, polemik menjadi berkembang terutama masalah pengelolaan dana haji yang telah disetorkan oleh para calon Jamaah Haji.

Sejumlah pihak mempertanyakan bagaimana dana haji itu dikelola, jangan-jangan pengelolaannya tak sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan sehingga berpotensi merugikan para calon jamaah.

Pertanyaan-pertanyaan yang wajar saya kira, sepanjang niatnya untuk kemaslahatan masyarakat banyak. 

Asal jangan sampai diimbuhi oleh informasi-informasi yang menyesatkan, seperti misalnya yang belakangan ramai, dana haji digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur pemerintah, atau ada lagi yang menyebutkan bahwa dana haji dirampok.

Ironisnya, yang kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan menyesatkan ini adalah mereka-mereka yang seharusnya memiliki pengetahuan untuk memberikan pemahaman yang benar terkait pengelolaan dana haji tersebut, tetapi lantaran dibutakan dengan perbedaan politik sepertinya mereka sengaja melakukan informasi misleading.

Dana haji milik calon jamaah memang betul dikelola dengan cara diinvestasikan, seperti halnya dana haji negara-negara lain.

Instrumen investasi yang digunakan sangat ketat sesuai dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Setiap pasal dalam undang-undang tersebut secara rigid mengatur tata cara pengelolaan dana haji. 

Mulai dari bentuk lembaga yang diberi kewenangan untuk mengelola dana haji beserta detil operasionalnya seperti yang tertuang dalam Pasal 20 UU nomor 34/2014, detil teknis pengelolaanya pun diatur di Pasal 46, dana yang dikelola wajib ditempatkan pada lembaga keuangan syariah dan dikelola dengan prinsip-prinsip syariah.

"Dalam melakukan penempatan dan/atau investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas."

Nah, sampai sini jelas yah, secara aturan pengelolaan dana haji itu dikelola secara prudent, bertanggungjawab sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Mungkin masih ada juga yang meragukan meskipun aturannya jelas terpampang, "Halah kan itu aturan, prakteknya kan bisa jadi lain"

Lembaga pengelola yang dibentuk sejak keluarnya undang-undang tersebut namanya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Lembaga ini bertugas memastikan rangkaian ibadah haji dari sisi keuangannya tidak mengalami masalah.

Setiap calon jamaah haji wajib menyetorkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) sesuai yang telah ditetapkan pemerintah. Menurut situs BPKH, terdapat 12 komponen utama dalam menetapkan BPIH, yakni penerbangan, akomodasi, living cost, maslahat ‘ammah (general service fee di Armina), konsumsi, angkutan darat, operasional, perbekalan, pembinaan, penyuluhan dan pelatihan, sewa, 2 pemeliharaan, dan beban lainnya.

Nah, BPIH ini terdiri dari 2 komponen, yakni dari uang yang disetor oleh calon jamaah yang biasanya disebut direct cost dan inderect cost yang biayanya diambil dari nilai manfaat, hasil pengelolaan dana haji yang dalam beberapa tahun terakhir ini dikelola oleh BPKH.

Jadi dana yang disetorkan oleh para calon jemaah haji yang setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah itu digunakan hanya untuk biaya penerbangan pulang-pergi Indonesia ke Arab Saudi dan sebaliknya, sebagian akomodasi di Tanah Suci, serta living cost.

Sebagai contoh, untuk musim haji 2019 lalu BPIH yang harus dibayarkan calon Jamaah Haji Indonesia sebesar Rp.35.235.602, uang ini hanya cukup untuk memenuhi 2 komponen saja dari perjalanan ibadah haji, yakni biaya penerbangan pulang-pergi sebesar Rp. 29.555.597 dan living cost atau biaya hidup dalam bentuk uang tunai yang diberikan kepada jamaah haji sesaat sebelum mereka naik pesawat, sebesar Rp. 5.680.005.

Nah, lantas dari mana 10 komponen biaya lain seperti untuk pemondokan atau akomodasi, konsumsi baik di Mekkah maupun Madinah yang lamanya 40 hari, kemudian angkutan darat, biaya visa, kesehatan dan berbagai biaya lainnya yang kalau dihitung jumlahnya sebesar Rp. 34.764.454.

Jadi BPIH yang harus dikeluarkan setiap jemaah haji Indonesia sebenarnya adalah sebesar Rp.70.000.050. Untuk Tahun 2019 BPKH mengeluarkan dana subsidi sebesar lebih dari Rp. 7 triliun.

Angka-angka tersebut yang selama ini tak tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, akibatnya sakwasangka dalam pengelolaan dana haji terus berhamburan di media terutama media sosial.

Pemerintah Indonesia memberikan subsidi kepada para jamaah hampir sebesar 50 persen dari nilai aktual BPIH yang seharusnya dibayarkan. Subsidinya dari mana?  Dari pengeloaan dana haji yang dilakukan oleh BPKH tadi.

Dana haji yang mana? sebagian besar dari setoran awal untuk mendapatkan nomor porsi haji yang besarnya Rp. 25.000.000,dana yang diributkan oleh banyak pihak belakangan.

Apakah pengelolaannya ini diaudit, tentu saja diaudit. Lantaran ini bisa dikategorikan sebagai lembaga negara maka sesuai Undang-Undang yang berhak melakukan auditnya adalah Badan pemeriksa Keuangan (BPK).

Hasilnya, untuk tahun 2019 BPKH memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), peringkat audit paling tinggi yang dikeluarkan oleh BPK, artinya pengelolaan dana haji oleh BPKH itu baik-baik saja.

Sebagai tambahan informasi, per bulan Mei 2021 dana haji yang dikelola oleh BPKH jumlahnya sebesar Rp. 151 triliun. Pada tahun 2020 seperti yang tertulis dalam laporan keuangan BPKH, nilai manfaat yang dihasilkan oleh pengeloaan dana haji tersebut sebesar Rp. 7,43 triliun.

Nah, peruntukannya selain untuk subsidi perjalanan ibadah haji seperti yang diterangkan diatas. Mulai 3 tahun belakangan "imbal hasil" dari hasil dana kelolaan tadi dikembalikan kepada jamaah melalui virtual account.

Virtual account ini adalah rekening tabungan haji milik calon jamaah haji yang masih menunggu giliran keberangkatan. Penambahan jumlah tabungan tersebut dapat di cek kapan pun melalui situs BPKH.go.id.

Pihak BPKH akan memasukan penambahan bagi hasil itu secara periodik, biasanya 2 kali setahun. Nah nantinya penambahan dana bagi hasil ini dapat berguna saat pelunasan dilakukan.

Jadi misalnya, calon jamaah sudah menyetorkan uang muka untuk mendapat porsi antrian haji sebesar Rp. 25 juta. Waktu tunggunya katakanlah 5 tahun, dana bagi hasil yang sudah masuk ke rekening virtual jamaah yang bersangkutan sebesar Rp. 2 juta.

Sedangkan sisa pembayaran yang harus dilunasi sebesar Rp. 10 juta, lantaran saat itu misalnya pemerintah mematok biaya haji tahun tersebut Rp. 35 juta, maka calon jamaah haji yang bersangkutan tinggal menambah Rp. 8 juta saja.

Jadi sebenarnya manfaat pengolaan dana haji tersebut sama sekali tak diperuntukan bagi kepentingan pemerintah, tetapi untuk kepentingan jamaah haji itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun