Namun demikian seperti halnya perkembangan teknologi digital di sektor lain, cryptocurrency tak bisa dilawan dengan cara melarang peredarannya, yang harus dilakukan otoritas moneter adalah mencoba beradaptasi dengan mata uang virtual ini.
Salah satu caranya, ya mereka ikut serta terjun dalam dunia cryptocurrency ini dengan menciptakan uang virtual versi bank sentral yang pastinya menggunakan mata uang negara masing-masing.
Untuk itulah Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral Indonesia berencana menerbitkan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital.
Dalam rilisnya seperti yang saya kutip dari laman media sosial resmi milik BI ada 3 pertimbangan BI merasa perlu untuk menerbitkan Rupiah Digital.
Pertama, sebagai alat dan instrumen pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Kedua, Mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.
Dan yang terakhir, menghadirkan pilihan instrumen pembayaran berbasis teknologi.
Sebenarnya BI bersama otoritas bank sentral di sejumlah negara mulai melakukan kajian terkait mata uang digital ini sejak beberapa tahun lalu, saat cryptocurrency belum seheboh saat ini.
Dalam sebuah kesempatan beberapa tahun lalu saya berkesempatan melakukan diskusi dengan beberapa pejabat BI yang melakukan penelitian terkait uang virtual ini.
Pihak BI menerangkan bahwa di Indonesia secara resmi memang melarang bitcoin salah satu jenis uang virtual sebagai alat pembayaran, tetapi bukan berarti alergi terhadap perkembangannya.
Mereka menyadari bahwa keberadaan uang digital bakal menjadi sebuah keniscayaan, makanya saat itu mereka tengah mengkaji untuk menerbitkan Rupiah Digital dengan melakukan studi kasus pada Bank Sentral Swedia yang merupakan bank sentral pertama yang menerbitkan "uang digital".
Mungkin, kajian Rupiah digital yang dilakukan oleh BI saat ini sudah mendekati titik akhir, sehingga BI merilis rencana penerbitan CBDC.