Buktinya ada sejumlah pengecualian termasuk dibukanya kedatangan pekerja migran dari luar negeri, dan masuknya sejumlah warga negara asing dari China.
Selain itu pemerintah terlihat kedodoran dalam mengkomunikasikan kebijakan  larangan mudik ini kepada publik, pemerintah gagal memberi pemahaman kepada masyarakat betapa berisikonya mudik dilakukan di tengah pandemi.
Namun demikian harus diingat pula sekeras apapun implementasi larangan pemerintah terkait mudik, tak akan berarti apapun jika masyarakat tak memiliki kesadaran dan mampu mengelola hasrat mudik mereka.
Kita bisa saksikan di berbagai media ribuan pemotor tetap mudik hingga dalam penyekatan di wilayah perbatasan Cikarang-Karawang terdapat penumpukan arus pemudik.
Mudik dalam situasi pandemi, itu bukan tindakan bijak. Bayangkan menurut Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto pihaknya telah melakukan tes acak terhadap sekitar 6 ribu orang di pos penyekatan mudik.
"Pengetatan oleh Polri di 381 lokasi dan Operasi Ketupat. Jumlah pemudik random testing dari 6.742, konfirmasi positif 4.123 orang," katanya Seperti.yang dilansir CNNIndonesia. Senin  (10/05/21).
Jika ini benar, seharusnya masyarakat bisa menahan diri untuk melakukan perjalanan mudik, risikonya sangat besar bagi kesehatan dan keselamatan diri sendiri, orang tua, handai taulan, dan masyarakat pada umumnya.
Mudik yang tadinya menjadi sarana redistribusi aset, jika dilakukan saat pandemi bisa jadi malah menjadi redistribusi virus.
Toh esensi dari mudik Lebaran adalah silaturahmi. Perjalanan dari rantau ke kampung halaman adalah formalitas
Kendati tidak langsung mudik, namun silaturahmi bisa dilakukan via daring. Tentu saja, banyak yang luput dari aktivitas daring, namun di masa pandemi, itulah pilihan paling masuk akal.
Buktikan bahwa kita memang mampu memenangi perang melawan hawa nafsu selama Ramadan, dengan mengendalikan nafsu kita untuk mudik.