Menurun dibandingkan indeks IEU sebelumnya yang ada di  angka 6,48. Dalam indeks ini semakin tinggi angkanya berarti pelaksanaan demokrasi di suatu negara itu lebih baik.
Sejumlah pihak menyebutkan angka ini diakibatkan oleh berkeliarannnya begitu banyak buzzer pemerintah di berbagai laman media sosial yang membela pemerintahan secara membabi buta.
Dan persepsi pihak yang selama ini bersikap oposisi terhadap pemerintah buzzer itu dibayar oleh Pemerintahan Jokowi.
Mungkin saja itu benar, ada tim media sosial yang dibentuk oleh Pemerintah, tapi banyak juga yang atas inisiatif sendiri, seperti halnya mereka dalam mengkritik bahkan lebih banyak menyinyiri kerja-kerja pemerintah.
Jadi wajar saja kalau ada balasan dari pihak pendukung pemerintah ketika mereka melakukan kritik. Jadi aneh, ketika mereka bebas berkomentar apapun di medsos, tetapi ketika dibalas mereka mencap jelek pihak yang membalasnya.
Kemudian masalah keamanan, riuh rendah penanganan aksi radikalisme dan terorisme dianggap sebagai pelanggaran Hak Azasi Manusia oleh mereka.
Mereka itu sebenarnya pihaknya ya itu-itu juga, jika kita amati secara seksama di media sosial lewat berbagai cuitan mereka.
Pola dan pihaknya pun sama itu-itu saja pihak yang "beroposisi" berkelindan dengan orang atau kelompok yang sama saat Jokowi mengalahkan mereka dalam kontestasi politik 2 periode terakhir.
Ketika Pemerintah Jokowi mencoba mengubah pendekatan dalam penanganan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua menjadi pendekatan pemberantasan teroris mereka teriak," bukan begitu woi menangani Papua"
Padahal jika mau jujur apa yang dilakukan oleh KKB itu jika mengacu pada definisi terorisme dalam aturan yang ada sudah sangat pantas diklasifikasikan sebagai teroris.
Nah, untuk penanganan korupsi yang dikaitkan dengan keberadaan Komisi Pemberantasan Korupai (KPK), memang Jokowi terlihat kedodoran.