Pertarungan sesungguhnya terkait dualisme kepemimpinan Partai Demokrat kini sudah mendekati waktunya, Kubu PD versi Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit menurut Max Sopacua akan mendaftarkan hasil KLB Sibolangit termasuk di dalamnya susunan pengurus partai kepada Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia pada Senin (08/03/21).
"Kita bekerja 24 jam, makanya kami sekarang masih menyusun perangkat yang pertama harus disampaikan kepada Menkumham pada hari Senin nanti," kata Max seperti dilansir Bisnis.com. Sabtu (06/03/21).
Di sisi yang lain PD kubu Cikeas hari Senin (08/03/21) ini juga direncanakan akan mendatangi Kantor Kemenkumham RI untuk menegaskan keabsahan kepengurusan PD versi Cikeas, mereka yang akan datang antara lain  Agus Harimurty Yudhoyono (AHY) Ketua Umum PD versi Cikeas beserta Dewan Pengurus Pusat (DPP) dan 34 Dewan Pengurus Daerah (DPD.
"Ya, kami besok akan menyampaikan bagaimana sikap Partai Demokrat menghadapi KLB abal-abal ini dengan segala bukti yang kami miliki dari sisi legalitas, sesuai AD/ART," kata anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Seperti dilansir Tribunnews.com. Minggu (07/03/21).
Gong "peperangan" Â antara dua kubu mulai ditabuh maka bola panas gonjang-ganjing PD akan berada di tangan Kemenkumham yang di komandani oleh Kader PDIP Yasonna Laoly.
Menarik untuk disimak konstelasi politik dan hukum yang akan berkembang apapun keputusan yang akan dikeluarkan oleh Kemenkumham Cq Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum ini.
Pihak Kemenkumham sendiri, jauh-jauh hari telah menyampaikan bahwa pihaknya tak akan memihak siapapun, mereka akan melakukan assesment administratif sesuai aturan yang ada untuk kemudian mengeluarkan SK Kemenkumham yang bisa menunjukan keabsahan pengurus partai yang bersangkutan.
Kemenkumham pastinya akan melihat AD/ART PD yang resmi sebelum memutuskan siapa yang sah sebagai pengurus Demokrat.Â
Meskipun dengan jelas dan terang Mahfud MD sebagai wakil Pemerintah menyebutkan bahwa hingga saat ini yang diakui pemerintah adalah PD versi Cikeas yang dipimpin oleh AHY.
"Yang betul AD/ART yang diserahkan tahun 2020 bernomor MHH 9 Tahun 2020 bertanggal 18 Mei 2020. Berdasar itu, yang menjadi Ketua Umum Partai Demokrat sampai saat ini adalah AHY," kata Mahfud dalam keterangan video Kemenko Polhukam, Minggu (07/03/21). Seperti dilansir Kompas.com.
Namun pastinya Moeldoko cs sudah mengantisipasi dengan mengubah titik pijak, AD/ART-nya bukan tahun 2020 yang akan mereka gunakan tapi seperti yang menjadi dasar pelaksanaan KLB maka aturan akan digunakan versi KLB adalah AD/ART tahun 2005.
Proses assement ditengah konflik seperti ini memang bakal berlangsung cukup pelik dan Kemenkumham saya kira akan melakukannya dengan sangat hati-hati serta transparan.Â
Mereka mungkin dengan detil bakal menjelaskan poin mana saja yang membuat salah satu pihak diakui dan dinyatakan sah untuk itulah maka waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan pengesahan itu akan cukup lama.
Andai Pengurus PD kubu  Moeldoko disahkan dan diberi legitimasi oleh Kemenkumham yang notebenenya merupakan wakil Pemerintah, maka kegaduhan lebih besar bakal terjadi.
Nama Jokowi dan Pemerintahannya bakal terseret lebih dalam lagi, SBY dan AHY beserta seluruh kader PD versi Cikeas pasti bakal berteriak lebih kencang lagi,Â
Meskipun memang pemberian legitimasi oleh Kemenkumham kepada PD versi KLB, tak akan serta merta mematikan harapan AHY, ia bisa menggugat keputusan Kemenkumham tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut Pengamat Politik Sjaiful Mujani, biasanya proses hukum kepengurusan partai baru bisa selesai di tahap Mahkamah Agung. Artinya akan berlangsung lama dan sangat mungkin akan melewati masa deadline pendaftaran pemilu 2024.
Persiapan Pemilu 2024 diprediksi akan dimulai 2022. Mulai dari pendaftaran partai politik hingga verifikasi oleh KPU hingga ditetapkan sebagai peserta pemilu.
Dan lonceng kematian buat PD akan berdentang,andai bisa melewati deadline tersebut PD versi Moeldoko sekedar untuk lolos parliamentary treshold dalam pemilu saja mungkin akan sangat sulit.
Diakui atau tidak, hingga titik tertentu nama SBY di Demokrat itu masih laku dijual. Karena selama ini Demokrat identik dengan SBY dan bisa berjaya juga bisa disebutkan karena SBY.
Moeldoko sepertinya tak akan mampu membawa kegemilangan seperti yang dicapai SBY atau lebih. Jadi bisa diartikan manuver Moeldoko ini hanya akan mematikan Demokrat.
Jika hal ini terjadi implikasi terhadap Pemerintahan Jokowi akan sangat buruk terutama dalam aspek demokrasi.Â
Makanya saya kira agar efeknya bisa dilokasir tak merembes kemana-mana, Moeldoko akan lebih bijak jika ia mundur saja dari jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden.
Atau apabila ia memang tak mau juga mundur, Presiden Jokowi lah yang harus memberhentikannya. Tapi keputusan tersebut sepenuhnya ada ditangan Presiden Jokowi.
Apapun keputusannya berarti Jokowi sudah memperhitungkannya dengan matang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H