Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bhutan, Negeri di Mana Kebahagiaan Berkuasa dan Kesedihan Dilarang Masuk

28 Februari 2021   11:56 Diperbarui: 28 Februari 2021   12:57 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bhutan negeri kecil berbentuk Kerajaan di kaki Pegunungan Himalaya, dengan luas wilayah sekitar 38.394 km2 atau hampir seluas Provinsi Jawa Tengah.

Populasi negara yang letaknya dhimpit oleh India dan China ini menurut situs Worldometer berjumlah 771.608 jiwa.

Dan tahukah anda dari jumlah tersebut, 97 persen diantaranya mengaku bahwa hidup mereka bahagia. Mengapa mereka bisa bahagai, lantaran penduduk di Bhutan memegang teguh prinsip-prinsip hidup sederhana.

Mayoritas penduduk negara beribukota di Thimpu ini memeluk agama Buddha , yang ajarannya sangat banyak menerapkan unsur-unsur kesederhanaan, makanya tak heran penduduk negeri di atas awan ini meskipun pendapatan perkapita penduduknya ada dikisaran US$4.500 dan masuk negeri berkembang mereka tetap bisa hidup bahagia.

Mereka memang tak menjadikan Gross Domestik Produk (GDP) yang menghitung pertumbuhan ekonominya sebagai acuan kemajuan negerinya seperti negara-negara lain.

Bhutan lebih memilih Gross National Happiness (GNH) yang mengukur ekonomi negaranya secara seimbang antara pembangunan ekonomi, budaya, pelestarian lingkungan dan pemerintahan yang adil dengan pengelolaan cukup baik.

Untuk itu pada awal tahun 2.000-an, Pemerintah Bhutan memperkenalkan indeks sosioekonomi yang mereka kenal dengan nama Indeks Kebahagiaan Nasional.

Indeks ini berfungsi sebagai termometer sosial, untuk memastikan perkembangan ekonomi mereka tidak merusak gaya hidup tradisional.

Konsep kebahagiaan ini kemudian dipuji secara luas oleh negara-negara lain di dunia karena keaslian dan inklusivitasnya

Menurut Raja Keempat Bhutan, Jigme Singye Wangchuk, negerinya tak pernah memiliki tujuan untuk menjadi negara kaya.

" Kebahagian Nasional lebih penting dari sekedar pertumbuhan ekonomi negara"

Makanya dalam melaksanakan pembangunan negerinya, Pemerintah Bhutan sangat berhati-hati, keseimbangan benar-benar dijaga benar.

Terutama untuk masalah keseimbangan kualitas hidup dan pembangunan spiritual serta material. Pemerintah fokus menciptakan kondisi agar warganya selalu bahagia.

Untuk itu, pemerintah Bhutan terus melakukan perbaikan standar hidup warganya. Perawatan kesehatan dan pendidikan diberikan cuma-cuma kepada warganya.Tak lupa juga mereka menanamkan nilai-nilai kemanusian sejak dini.

Selain itu, sejak anak-anak mereka dibekali dengan pelajaran tentang pelestarian alam, termasuk berbagai upaya dalam melakukan daur ulang sampah.

Menurut Indian Times, Pemerintah Bhutan sejak tahun 2013 sudah mencanangkan setiap bahan pertanian yang mereka tanam harus organik dan selaras dengan alam.

Tak cukup sampai disitu, untuk urusan penggunaan sumber daya energi pun semaksimal mungkin yang tidak menimbulkan polusi dan mengganggu kualitas udara.

Bahkan Bhutan dinobatkan menjadi negara pertama yang karbonnya negatif. Bhutan menghasilkan emisi 1,5 juta ton karbon dioksida sedangkan 60% kawasan negara itu adalah hutan yang mampu menyerap 6 juta ton karbondioksida.

Selain melestarikan alam dan lingkungan hidup, Bhutan juga menjaga benar kelestarian budayanya. Kerajaan yang berdiri di atas gunung ini menjadi rumah bagi pelestarian budaya kuno yang bersandingan dengan keindahan alam.

Perhatian dan pendekatan kultural dan spritual penuh kehangatan serta perhatiannya terhadap pelestarian limgkungan membuat rakyat Bhutan begitu bahagia lantaran mereka puas dengan hidupnya.

Hidup mereka tidak materialistis dan lebih memilih hidup dalam ketenangan. Pemerintah Bhutan tak segan-segan menolak investasi yang dinilai dapat mengganggu keseimbangan alam dan kehidupan spiritual rakyatnya.

Meskipun demikian, kondisi ini tak menyelesaikan seluruh masalah yang terjadi di Bhutan. Terdapat sejumlah faktor yang membuat kondisi di Bhutan masih butuh perbaikan yakni faktor kesenjangan pendapatan dan pengangguran.

Namun, mungkin itu lah kehidupan, tak semua bisa berjalan sempurna sesuai keinginan dan kesadaran itulah yang tetap membuat penduduk Bhutan merasa bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun