Makanya normalisasi sungai atau apapun namanya sangat perlu dilakukan. Jangan karena egoisme politik kebijakan yang sudah bagus diobrak-abrik tak tentu arah.
Akan menjadi terlihat hasilnya apabila kebijakan barunya tersebut dilaksanakan, faktanya kan selama 3 tahun pemerintahan Anies hal itu tak dilaksanakannya.
Sumur resapan yang digadang-gadang sebagai drainase vertikal yang ia sebut dengan memasukan air ke dalam tanah pun masih jauh dari yang ditargetkan.
Padahal Anies Baswedan menargetkan ada sekitar 1,8 juta sumur resapan di seluruh wilayah Jakarta, faktanya hingga saat ini baru sekitar 1.772 titik sumur resapan yang ia buat.
Membuat kebijakan dalam mengatasi banjir itu jangan politis namun harus berdasarkan pendekatan keilmuan.
"Siapapun gubernurnya gak bisa dia ganti-ganti program penanganan banjir, karena harus long term. Mengatasi banjir itu harus saintifik, gak bisa politik," kata Zita. Seperti dilansir Detik.com, Senin (22/02/21).
Keempat, Selain kebijakannya yang sangat politis, banjir di Jakarta pun lantaran alasan klasik yaitu tertutupnya permukaan tanah oleh beton dan material lain yang menghalangi air meresap ke dalam tanah.
Hal ini bisa terjadi lantaran pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastuktur untuk kebutuhan ekonomi sehingga menyebabkan okupansi lahan jijau dan terbuka menjadi semakin sempit.
Terakhir, adalah masyarakat masih seenaknya membuang sampah ke sungai atau kali yang ada disekitar Jakarta.
Untuk mengatasinya Pemda DKI dan wilayah sekitarnya harus segera merealisasikan pengelolaan sampah yang terintegrasi dan modern. Selain tentu saja sosialisasi terkait hal tersebut kepada masyarakat harus lebih gencar dilakukan.
Dengan tren curah hujan yang sepertinya  akan terus meninggi ke depan alangkah lebih baiknya andai pemerintah pusat segera mengambil alih urusan normalisasi sungai ini, jika Anies terus berputar-putar seolah menolak melakukan hal tersebut.