Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Cinta Memang Irrasional tapi Menikah Itu Transaksional

7 Februari 2021   07:02 Diperbarui: 7 Februari 2021   08:26 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat Pilpres 2019 lalu, seorang teman pernah berkata, ada 3 jenis individu yang sangat sulit untuk dinasihati, pendukung 02, pecandu narkoba, dan orang yang sedang jatuh cinta.

Disini saya tak akan menulis tentang politik makanya tak perlu membahas pendukung 02 karena itu sudah lewat juga, lagian pasangan 02-nya sudah melebur dengan pasangan 01.

Atau membahas masalah kecanduan Narkoba meskipun menurut Profesor Stephanie Ortigue dari University of Syracuse dalam  studinya berjudul  The Neuroimaging of Love, mengungkapkan bahwa jatuh cinta membuat otak manusia mengalami euforia seperti pecandu narkoba.

Kenapa hal itu bisa terjadi, lantaran ketika orang sedang jatuh cinta 12 area di otak melepaskan hormon cinta seperti oksitosin, dopamin, testoteron, estrogen, adrenalin, dan vasopresin yang membuatnya mengalami euforia yang luar biasa, sehingga ada istilah butterfly on your stomach yang menggambarkan dahsyat perasaan itu, makanya kemudian orang yang sedang jatuh cinta menjadi bebal dari pengaruh luar, jadi tak aneh nasihat apapun bakal dianggap angin lalu.

Namun seiring waktu perasaan euforia itu perlahan akan mulai berkurang, hingga titik tertentu hormon cinta itu tereduksi oleh sejumlah faktor yang terjadi di lingkungan kedua orang tersebut.

Perasaan irrasional saat jatuh cinta perlahan namun pasti mulai bermetamorfosis menjadi rasional karena pada dasarnya sebuah hubungan yang sehat itu suka atau tidak harus rasional.

Bahkan ketika perasaan cinta itu coba di institusilonalisasi oleh lembaga perkawinan, cinta hanya akan menjadi dasar belaka,  yang lebih dominan dalam memutuskan berbagai hal terkait pernikahan menjadi sangat logis dan cenderung transaksional.

Seperti yang diungkapkan dalam teori pertukaran yang dibangun oleh sosiolog  asal Harvard University George C. Homans cinta menjadi hubungan pertukaran tangible dan intangible, material dan imaterial. 

Makanya dalam dunia nyata banyak pasangan yang harus keluar dari institusi pernikahan yang awalnya diikat oleh cinta terpaksa harus mengurai ikatannya tersebut dengan alasan ekonomi atau pertengkaran.

Buktinya menurut data Direktorat Peradilan Agama Mahkamah Agung dalam kurun waktu 2016-2018 telah terjadi 1,1 juta kasus percerain.

Pertengkaran adalah penyebab paling tinggi perceraian sebesar 46,6 persen dan faktor ekonomi menempati urutan kedua dengan 28,2 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun