Kabar migrasi jutaan pengguna aplikasi percakapan milik Mark Zuckerberg, Whatsapps ke berbagai aplikasi chat lain seperti Telegram, Signal atau Bip viral dan ramai menjadi bahan perbincangkan para pengguna internet di seluruh dunia.
Salah satu yang kebanjiran pengguna baru adalah Telegram. Dalam satu minggu belakangan aplikasi chat milik Pavel Durov  ini kebanjiran 500 juta pengguna baru.
Migrasi pengguna ini sebagai respon dari para pengguna WA atas aturan baru yang diantaranya mengharuskan mereka memberikan izin kepada operator WA untuk membagi data pribadinya dengan aplikasi media sosial Facebook, jika masih tetap ingin menggunakan aplikasi tersebut.
Kebijakan privasi baru WA ini mulai diberlakukan awal Januari 2021, para pengguna resah lantaran menenggarai dengan menyetujui kebijakan baru tersebut pihak Facebook grup dapat mengetahui lokasi terkini dan daftar kontak milik pengguna.
Namun, setelah mencermati reaksi jutaan penggunanya dan protes dari regulator dibeberapa negara, pihak Whatsapp seperti dilansir situs blog resmi milik anak usaha Facebook, Blog.Whatsapp.com pada Sabtu 16 Januari 2021 mengumumkan  bahwa aturan kebijakan privasi baru ini ditunda.
WA menyatakan telah menerima berbagai feedback terkait kebijakan privasi barunya tersebut. WA meyakini bahwa kebijakan privasi barunya itu dianggap tak jelas oleh para penggunanya, sehingga mereka menjadi khawatir data pribadinya berpotensi disalahgunakan oleh pihak operator dalam hal ini Facebook Grup.
Atas dasar itu pihak Facebook Grup memundurkan pemberlakuan kebijakan privasi baru tersebut. Dengan demikian, akun WA yang belum memperbaharui kebijakan privasinya tidak akan dihapus.
"Tidak akan ada pengguna yang ditangguhkan atau dihapus pada 8 Februari 2021" tulis Whatsapp dalam blog resminya tersebut.
Tanggal 18 Februari 2021 tadinya menjadi batas akhir bagi pengguna WA untuk memperbaharui kebijakan privasinya.
Perusahan aplikasi ini pun akan berusaha menjernihkan misinformasi yang kadung ramai dibicarakan itu. Nantinya, pihak mereka akan memberitahukan secara bertahap terkait hal tersebut.
Tak disebutkan lagi kapan  batas waktunya terkait kebijakan privasi barunya tersebut, hal itu menyiratkan bahwa mereka bisa saja membatalkan aturan baru yang membuat penggunanya meradang.
Menurut saya sebenarnya bukan hanya misinformasi atau ketidakjelasan terkait aturan kebijakan privasi barunya sehingga penggunanya bereaksi sangat ekstrim dengan memilih meninggalkan aplikasi milik mereka itu alih-alih menyetujui aturan privasi baru itu.
Namun, lantaran masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap media sosial besutan Mark Zuckerberg ini.Â
Kita tahu bersama beberapa kali bermasalah dalam hal melindungi data pribadi para penggunanya, mulai dari keterlibatannya dalam Cambridge analytica hingga masalah kebocoran  jutaan data penggunanya berkali-kali.
Lantas bagaimana kita sebagai pengguna menyikapi hal ini. Tak perlu terlalu panik, sikapi biasa saja. Tak perlu terburu-buru berganti aplikasi percakapan toh kita juga tak pernah tahu pasti aplikasi lain tak melakukan hal serupa.
Meskipun tentu saja kita juga harus waspada, yang paling penting gunakan saja aplikasi tersebur secara bijak dan kita tak terlalu banyak mengumbar data pribadi kita di aplikasi-aplikasi yang bertebaran di dunia maya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H