Setiap pemimpin itu memiliki  gaya kepemimpinan masing-masing.  Ada yang suka diam dibelakang meja tapi ada juga yang senang langsung turun ke bawah untuk mengetahui permasalahan dari tangan pertama bukan berasal dari laporan yang diberikan oleh anak buahnya.
Nah, Tri Rismaharini mantan Walikota Surabaya yang kini ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Menteri Sosial merupakan salah satu pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan yang lebih senang turun langsung ke bawah atau blusukan untuk melakukan pemetaan permasalahan yang harus dihadapinya.
Fakta itu memang sudah berlangsung sejak awal ia terpilih sebagai Walikota Surabaya, dan hasilnya semua kita tahu keberhasilan Risma dalam membawa Surabaya menjadi salah satu kota yang secara fisik dan adminsitratif terbaik di Indonesia.
Tentu saja, ketika gaya kepemimpinan itu dibawanya saat ia memimpin Kementerian Sosial ya wajar saja. Apa karena ia menjadi Mensos gayanya serta merta harus berubah, ya tidak juga kan.
Mungkin cakupan dan permasalahannya saja yang berbeda tapi tool atau tindakan yang ia lakukan untuk mencari tahu masalah sosial yang menjadi tanggungjawabnya sah-sah saja dengan cara blusukan seperti yang Risma lakukan.
Jadi intinya apapun gaya kepemimpinan Risma mau blusukan tiap hari dan kemana saja yang terpenting hasilnya bagi masyarakat, menjadi lebih baik dan memberi manfaat.
Buktinya Surabaya saja yang tadinya berantakan kini setelah 2 periode dipimpin oleh Risma jauh lebih membaik saat Risma menanggalkan jabatannya.
Untuk itulah mungkin sesuai gaya Risma, di awal masa tugasnya ia melakukan blusukan yang kebetulan dilakukan di wilayah DKI Jakarta lantaran ia belum sempat berkunjung keluar daerah.
Lagipula Jakarta kan masih wilayah Indonesia, yang menjadi lingkup kerja Kementerian Sosial Republik Indonesia, jadi apa salahnya ia mendatangi tempat-tempat yang berpotensi memiliki masalah sosial.
Kenapa ada pihak-pihak yang seperti kebakaran jenggot dengan cara melabeli aksi blusukan Risma tersebut sebagai pencitraan.
Jika dicermati pihak yang merecoki aksi blusukan Risma ini adalah kelompok yang sepertinya sibuk mengusung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi jagoannya dalam Pilpres 2024 nanti.
Pihak seperti Fadli Zon dan PKS yang paling keras melabeli pencitraan atas aksi Risma itu kita sudah tahulah arahnya ke mana.
Buat mereka apapun aksi yang berpotensi meruntuhkan nama baik Anies Baswedan akan mereka lawan karena Anies hingga saat ini merupakan satu-satunya jagoan mereka yang dirasa bakal mampu mengimbangi lawan politiknya pada Pilpres 2024 kelak.
Posisi Anies secara politik elektabilitas saat ini benar-benar terjepit. Front Pembela Islam (FPI) yang tadinya diharapkan dapat mendorong elektabilitas Anies, kini operasionalnya sudah selesai setelah pemerintah menyatakan FPI menjadi ormas terlarang.
Ya ketika ada Risma yang tiba-tiba aksi blusukannya potensial menggerus nama baik Anies lebih dalam lagi jelaslah mereka akan meradang.
Jadi label pencitraan yang mereka sematkan pada aksi blusukan Risma itu sama sekali bukan tentang kesejahteraan rakyat Indonesia, tapi urusan politik praktis semata.
Kita masyarakat bisa menilailah aksi-aksi yang dilakukan oleh Fadli dan PKS ini, mereka itu tak lebih dari para petualang politik yang akan melakukan segala cara untuk men-disgrace lawan politiknya.
Kegaduhan yang timbul atas komentarnya itu menjadi keuntungan bagi mereka. Mereka tak akan pernah berhenti menimbulkan kegaduhan, karena itulah yang sebenarnya mereka cari alih-alih kenyamanan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H