"Sementara ini pak Menpan, Mendikbud, dan kami sepakat bahwa untuk guru itu beralih ke PPPK jadi bukan CPNS lagi. Ke depan kami tidak akan terima guru sebagai CPNS, tapi sebagai PPPK," ujar Bima dalam konferensi pers virttuwl, Selasa (29/12/20). Seperti dilansir Detik.Com.
Saya sampai harus berulang kali membaca pernyataan dari Kepala Badan Kepegawaian Nasional(BKN) Bima Haria Wibisana di laman berita daring Detik.com ini.
Enggak salah yah?
Setelah kemudian mencoba mencari sumber lain yah ternyata memang benar, rencananya Pemerintah Jokowi mulai tahun 2021 tak akan lagi mengangkat Guru dengan status Pegawai Negeri Sipil alias Pegawai Negeri.
Status guru nantinya hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Bagi guru yangbsaat ini sudah terlanjur menjadi PNS statusnya tetap akan tetap menjadi pegawai negeri hingga pensiun.
Ini agak aneh bagi saya dan mungkin sebagian besar masyarakat lain terutama mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan.
Pendidikan merupakan tulang punggung kemajuan sebuah bangsa, dan untuk mendidik itu dibutuhkan pendidik alias guru.
Logikanya sebagai tulang punggung mereka seharusnya bisa diperhatikan dengan benar mulai dari keamanan, kenyamanan hingga kesejahteraannya agar mereka mampu memberikan yang terbaik bagi pendidikan anak muridnya yang konon akan menjadi tulang punggung masa depan bangsa Indonesia.
Semestinya guru itu lebih "dimuliakan" dibanding aparat negara yang lain. Tanpa guru yang baik mana mungkin bisa menghasilkan murid yang berkualitas.
Perkara ada oknum-oknum guru yang tidak perform misalnya, ya tinggal dipecat saja, ganti dengan orang-orang yang memang berdedikasi.
Percuma kita semua memuji dan memuja guru dengan kalimat-kalimat indah, pahlawan tanpa tanda jasa atau apalah tapi kesejahteraan, kebanggaan, dan kenyamanan mereka sebagai guru diabaikan.
Bagi sebagian masyarakat menjadi guru dengan memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) itu kebanggaan yang tak bisa diukur uang.
Dengan kebanggaan tersebut sejauh yang saya rasakan (kebetulan ibu saya dulu adalah guru dan kepala sekolah) mereka betul -betul mendedikasikan hidupnya hanya untuk pendidikan anak muridnya.
Pemerintah mau membuat kurikulum secanggih apapun tanpa peran guru yang sama saja bohong, mending Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dibubarkan saja.
Peran guru sangat sentral dan terlalu penting buat diabaikan  bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia.
Pemerintah beralasan, guru hanya bisa berstatus PPPK dalam struktur kepegawaian negara ke depan lantaran tidak terselesaikannya masalah penyaluran guru secara merata di seluruh wilayah Indonesia selama ini.
"Kenapa? Karena kalau CPNS setelah mereka bertugas 4 sampai 5 tahun biasanya mereka ingin pindah lokasi. Dan itu menghancurkan sistem distribusi guru secara nasional. 20 tahun kami berupaya menyelesaikan itu, tetapi tidak selesai dengan sistem PNS," ungkap Bima.
Apakah pemerintah yakin dengan di PPPK kan, distribusi guru secara merata itu bisa terjamin? Bukankah lebih baik perjanjian kerja di awal sistem rekrutmennya saja yang diubah seperti dengan kontrak kerja seumur hidup yang tidak memungkinkan guru mutasi ke luar daerah seperti pada saat awal mereka meneken kontrak kerja sebagai PNS.
Pihak BKN pun menyebutkan bukan hanya guru yang statusnya ke depan tak akan lagi menjadi PNS, Â ada 146 jabatan yang di pemerintahan yang individunya tak akan menjadi PNS.
"Iya, betul (total ada 147 jabatan termasuk guru yang kategorinya PPPK)," kata Plt Kepala Biro Humas BKN, seperti dilansir Kompas.com, Sabtu (02/01/21).
Berikut 147 Â jabatan tersebut seperti yang bisa dibaca di sini
Jika ditilik restrukturisasi kepegawaian negeri ini banyak menyentuh sektor-sektor pelayanan publik lain seperti tenaga kesehatan (dokter dan perawat) dan beberapa jabatan teknis di berbagai lembaga negara.
Namun sekali lagi khusus untuk guru, pantaslah pemerintah untuk menimbang ulang kebijakan yang segera akan diberlakukan ini.
Andai itu efektif diberlakukan lantas minat masyarakat menjadi guru terus menurun, lah siapa pula yang akan mendidik anak-anak Indonesia untuk menjadi penerus estafet generasi di atasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H