Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Chat Asusila Rizieq Shihab dan Video Syur Gisel, Seharusnya Urusan Privat Bukan Negara

30 Desember 2020   07:48 Diperbarui: 30 Desember 2020   08:17 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus chat mesum Rizieq yang diperintahkan oleh Pengadilan Jakarta Selatan untuk dibuka kembali setelah selama 2 tahun di-SP3-kan dan kasus video Syur-nya yang membuat Gisel Anastasia sosok yang ada dalam video tersebut  menjadi tersangka, menyedot perhatian publik Indonesia Selasa (29/12/20) kemarin.

Keduanya sempat menjadi trending topik di berbagai laman media sosial, bahkan percakapan dengan kata"Gisel" di platform medsos Twitter dicuitkan lebih dari 30 ribu pengguna Twitter.

Menurut pandangan saya Kasus Gisel dan Rizieq ini sebenarnya sebangun, berkaitan dengan perbuatan asusila, kemudian keduanya juga sebenarnya korban, seharusnya yang dibidik secara hukum itu mereka yang menyebarkan percakapan, gambar,atau video bukan "pelakunya".

Apalagi jika kita berkaca pada pengakuan Gisel, seperti yang diungkapkan oleh pihak Kepolisian, bahwa ia membuat video itu untuk kepentingan pribadi tanpa pernah berniat sama sekali untuk menyebarkannya.

Begitu pun dengan Rizieq, terlepas dari benar atau tidaknya percakapan antara Rizieq Shihab dan Firza Husain itu, tapi jelas keduanya sama sekali tak memiliki niat untuk membuka "chat mesum" mereka ke publik.

Jadi keduanya sama sekali tak memiliki niat untuk mencederai kesusilaan publik dengan tingkah laku mereka yang memang tak sesuai dengan norma-norma kesusilaan yang ada.

Chat dan video itu menjadi masalah setelah dikonsumsi publik setelah ada yang menyebarkannya, jadi menurut logika sederhana seharusnya pengunggah pertama kedua materi mesum itu lah yang harus dicari dan di proses secara hukum.

Apakah Rizieq dan Gisel mendapat keuntungan dari mencuatnya kasus ini ke publik, tidak sama sekali, hidup dan karir mereka sangat berpotensi hancur berkeping-keping karenanya.

Bukan cuma Gisel dan Rizieq Shihab as a person yang akan hancur, ada collateral damage yang sama sekali tak tahu menahu dengan urusan ini.

Dalam hal Gisel ada Gempi putri cantiknya dan keluarga besarnya. Bagi Rizieq Shihab lebih bamyak lagi yang terdampak tak hanya anak, istri, atau keluarga besarnya tapi pengikut dan simpatisannya yang harus kita akui tak berjumlah sedikit, bisa jadi hingga jutaan.

Detik.com
Detik.com
Tulisan ini sama sekali tak ada niat untuk membenarkan tindakan mereka itu, jika chat mesum itu memang benar adanya, yang dilakukan Rizieq Shihab  adalah perbuatan  sangat tercela dan tak pantas untuk dilakukan apalagi dalam kapasitasnya sebagai seseorang yang disebut Habib yang sanadnya tegak lurus pada Rasulallah SAW dengan gelar Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) pula. 

Bagi Gisel pun demikian, ia adalah seorang ibu dari anak perempuan yang mungkin saja sangat memujanya, seseorang yang seharusnya dijadikan sebagai suri tauladan bagi putrinya, apalagi konon katanya kejadian itu berlangsung tahun 2017 saat Gisel masih jadi istri sah Gading Martin, dia benar-benar salah undebatable.

Namun yang menjadi kasus hukum kan bukan "perbuatannya" , tapi gambar, percakapan, atau video perbuatan itu yang tersebar di masyarakat. Batas urusan privat dan  publik menjadi kacau.

Hal ini bisa terjadi pada siapapun, seandainya saya atau kita semua merekam kegiatan pribadi dengan pasangan lewat perangkat telpon pintar yang kita miliki, lantas ponsel kita tersebut hilang dan penemunya mendapati gambar, teks, atau video itu kemudian ia sebarkan dan lantas menjadi viral, habis lah kita secara hukum positif maupun moril padahal jelas-jelas kita korban.

Meskipun menurut logika saya yang awam ini, kasus mereka itu urusan privat. Namun pihak kepolisian tentu saja tak gegabah menetapkan kedua public figure tersebut sebagai tersangka apalagi Rizieq Shihab yang secara politis cukup diperhitungkan lantaran mmiliki kekuatan massa yang cukup besar. 

Bagi Gisel dan Rizieq undang-undang  yang dipersangkakan dilanggar oleh mereka sama yakni Undang-Undang nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.

Bagi Gisel menurut Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus  "Kita persangkakan Pasal 4 Ayat 1 jo Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 tentang pornografi," ucapnya, Seperti dilansir Kompas.com. Selasa (29/12/20).

Demikian pula dengan Rizieq yang beda hanya pasal pelapisnya saja , ia disangkakan Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 dan atau Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 9 juncto Pasal 34 Undang Undang RI nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman minimal 6 bulan penjara atau seberat-beratnya  12 tahun penjara.

Pasal 29 dalam UU Pornografi yang menjadi dasar polisi menetapkan keduanya menjadi tersangka itu berbunyi;

"Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewa atau menyediakan pornografi."

Jadi Gisel dan Rizieq dianggap memproduksi  dan membuat konten asusila itu,  alhasil dalam pandangan polisi keduanya layak dihukum terlepas dari segala niatnya.

Sejumlah pengamat hukum yang tak sejalan dengan pikiran ini menyebutkan bahwa memproduksi dan membuat ini dalam konteks industri, bukan dalam kapasitas pribadi.

Analoginya  begini, kita dirumah memasak ceplok telor untuk dikonsumsi sendiri, itu urusan  pribadi. Akan berbeda jika kita memasak ceplok telur untuk katering yang kita miliki.

Jenis masakannya sama ceplok telur tapi secara hukum berbeda, jika dilakukan untuk katering akan ada implikasi hukumnya, namun jika dikonsumsi sendiri ya tidak.

Nah jadi, video atau chat pribadi logikanya harus berbeda perlakuannya dengan yang diniatkan untuk industri  seperti yang dimaksud dalam pasal 29 UU Ponografi tersebut. Tapi ya itu tadi hukum positif kan perkara penafsiran.

Namun diluar semua perdebatan materi hukumnya dan bagaimana kelanjutannya, ada hal yang harus menjadi pelajaran bagi kita semua berkaca pada 2 kejadian yang sebenar telah berulang kali terjadi ini.

Jangan merekam atau berkomunikasi tak senonoh melalu perangkat komunikasi yang kita gunakan sehari-hari, karena potensi untuk hilang kepencet atau apapun yang memungkinkan materi "tak senonoh" itu menyebar dan menjadi konsumsi publik cukup besar.

Lebih baik sih tak melalukannya, rekam saja semua kegiatan intim tersebut dalam otak dan pikiran kita, sensasinya berbeda,  lebih intens.....percayalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun