Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Upaya Mencopot Taji Rizieq Shihab dan FPI

22 Desember 2020   07:41 Diperbarui: 22 Desember 2020   11:12 1878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada isu yang sangat menyedot perhatian publik dalam 2 bulan terakhir pasca kepulangan Rizieq Shihab selain isu dirinya dan Front Pembela Islam (FPI), bahkan isu yang lebih krusial seperti korupsi di 2 Kementerian pun seolah tenggelam.

Nyaris setiap langkah yang dilakukan oleh Rizieq dan FPI-nya selalu berakhir dengan polemik, yang memaksa publik memalingkan atensinya kepada mereka.

Mulai dari kedatangannya yang disambut bak extravaganza, hingga pernikahan putrinya, insiden KM 50 yang menewaskan 6 orang laskar FPI, hingga yang terakhir kedatangan diplomat Jerman ke Markasnya di Petamburan ramai menjadi bahan perbincangan.

Di Indonesia, FPI seolah menjadi pusat pemberitaan. Diakui atau tidak,  nyatanya dalam 4 tahun belakangan FPI seolah menemukan puncak kemasyhurannya.

Setelah rentetan sejumlah kejadian yang menimbulkan kerumunan, padahal kita tahu hal itu haram dilakukan pada saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, pemerintah seolah baru tersadar dan berusaha mengambil sikap.

Ya memang benar FPI harus disikapi dan tak boleh dibiarkan terus berlarut dan menyandera opini publik sehingga isu-isu yang lebih penting terlupakan.

Apalagi kita semua saat ini tengah berkonsentrasi untuk bisa melewati krisis akibat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir satu tahun.

Secara legal formal FPI sebenarnya sudah dalam wilayah abu-abu cenderung hitam, lantaran Surat Keterangan Terdaftar(SKT) FPI yang merupakan salah satu syarat pendirian organisasi massa sudah habis masa edarnya sejak  2019 lalu, dan belum diperpanjang lagi hingga kini.

Berdasarkan dokumen yang dicatat oleh Kementerian Dalam Negeri SKT FPI bernomor 01-00-00/010/D.III.S/IV/2014 dengan masa berlaku hingga 20 Juni 2019, dan SKT itu belum diperpanjang Kemendagri karena alasan ada beberapa dokumen kelengkapan yang diperlukan belum dilengkapi, meskipun FPI sudah mengajukan perpanjangan tersebut.

Menyikapi kondisi ini FPI tenang-tenang saja, fakta dilapangan ketiadaan legal formal ini tak menyurutkan langkah FPI untuk terus berkiprah. Mereka menganggap surat itu tak berpengaruh apapun, dan lucunya juga pemerintah pun seperti membiarkan saja hal tersebut.

Dengan kenyataan ini saya rasa jika pun pemerintah membubarkan FPI tak akan efektif karena mereka akan dengan mudah mengganti namanya dengan nama lain meskipun esensi haluan organisasi dan praktiknya akan sama saja dengan keberadaan mereka saat ini.

Kekuatan FPI sebenarnya ada pada politik patron dan kekuatan massa. Dalam teori patron-klien yang didasarkan pada sistem patron -klien dalam kehidupan masyarakat.

Sistem ini diorganisasikan oleh orang berkuasa atau dianggap memiliki kelebihan dibanding orang kebanyakan yang membentuk dan memelihara loyalitas orang-orang yang lebih rendah kedudukannya.

Dalam konteks FPI, jelas patron mereka adalah Rizieq Shihab yang nasabnya seorang keturunan langsung Nabi Muhammad SAW dan itu berbeda dari orang kebanyakan.

Seperti yang kita ketahui dalam ajaran dan budaya Islam yang dogmatis,  Rasulallah SAW memiliki kedudukan super tinggi sehingga sangat layak untuk dijadikan panutan.

Dengan begitu, asumsinya keturunannya pun layak untuk mendapatkan penghormatan begitu rupa dan dijadikan panutan. Apalagi kemudian kedudukannya tersebut dimonetasi secara sadar oleh Rizieq untuk berkelindan dengan politik praktis, patronisasinya menjadi bertambah kuat lagi.

Harus kita akui Rizieq Shihab memiliki kepiawaian dalam berorasi, kemudian dengan dibantu oleh para sekondannya dalam memilih isu dan membangun jaringan ia mampu bergerak lincah membangkitkan loyalitas massa berjumlah masif.

Dan hal itu terus mereka pelihara dengan segala cara, atas sebab itu meskipun ia sempat berada nun jauh di seberang sana, Rizieq berusaha sangat keras untuk merawat komunikasi dengan para pengikutnya dengan menggunakan berbagai macam platform teknologi.

Pemerintah dan aparat keamanan sadar betul posisi Rizieq Shihab itu, makanya sedari awal mereka berusaha mendegradasi kualitas dan karakternya agar pengaruh kepada pengikutnya pelan-pelan menghilang.

Dengan hipotesis, jika Rizieq sudah dianggap tak layak lagi menjadi panutan maka dengan sendirinya FPI akan menghilang atau paling tidak tak akan terus membuat kegaduhan.

Ketika pengkondisian seperti itu tak jua berhasil dilakukan, pemerintah kemudian menggunakan pendekatan lain yakni dengan tindakan tegas namun dalam koridor hukum yang berlaku.

Usaha pemerintah itu sepertinya akan berhasil, FPI dengan tindakan tegas aparat kemananan mulai terlihat sempoyongan tak memiliki pijakan, apalagi saat Rizieq berhasil digiring masuk tahanan karena disangkakan melanggar protokol kesehatan dan pasal penghasutan oleh Polda Metro Jaya, dan upaya aksi unjuk rasa yang kemudian terjadi akibat penahanan Rizieq yang biasanya gegap gempita berhasil dipatahkan bahkan ssbelum aksi itu berlangsung.

Namun sayangnya dalam perjalanannya terjadi blunder yang berpotensi membuat usaha pemerintah dalam mencopot taji Rizieq Shihab menjadi terganggu.

Insiden yang menewaskan 6 orang laskar FPI  akibat ditembak oleh anggota polisi bisa menjadi masalah, karena FPI akan menggunakan isu ini untuk mempertahankan eksistensinya dengan segala cara.

Mereka melihat isu ini lah, yang akan membuat mereka bisa kembali berkelit. Dan memang saya rasa pihak kepolisian agak berlebihan dalam insiden tersebut, meskipun saya tak tahu persis apa yang terjadi sebenarnya dilapangan saat itu.

Kasus ini lah yang belakangan mereka jual, bagaimana mereka kemudian menggoreng isu ini dengan dihubungkan dengan kedatangan seorang diplomat Jerman ke markasnya di Petamburan.

Mereka bawa kemana-mana keluarga korban insiden tersebut, dengan difasilitasi "teman dekatnya"yang masih tersisa di level elite, PKS.

Untuk memaparkan bahwa sejatinya mereka tak lebih hanya merupakan korban dari kedzaliman, sementara dipihak lain secara simultan mereka berupaya mengaburkan bukti-bukti terkait insiden itu yang dimiliki oleh kepolisian dengan narasi-narasi yang mereka bangun.

Seandainya kelak Komnas HAM menemukan bukti yang merugikan pihak Kepolisian sehingga memberi rekomendasi ada kesalahan besar polisi dalam insiden itu, besar kemungkinan pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk mencopot taji FPI.

Namun jika yang terjadi sebaliknya, FPI sangat mungkin tajinya akan rontok dan mereka perlahan akan menghilang atau paling tidak akan lebih kompromistis lah dengan pemerintah dan situasi yang ada, sehingga kegaduhan akan jauh berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun