Bantuan sosial berbentuk bahan bahan pokok bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 sejak jauh-jauh hari memang sudah dikhawatirkan oleh banyak pihak akan menjadi pintu masuk bagi tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi yang dikhawatirkan itu akhirnya memang terjadi dalam proses pengadaan barang-barang pokok   di Kementerian Sosial yang melibatkan Menteri-nya, Juliari Peter Batubara.
Modus korupsi dalam pengadaan barang di kementerian atau berbagai lembaga negara lain itu ya seperti yang terjadi di Kemensos itu.
Titip harga, memainkan kualitas barang, atau meminta fee atas setiap proyek pengadaan yang didapatkan oleh pihak swasta lazim sekali terjadi, bahkan kalau pihak aparat hukum mau rajin menelusuri aksi lancung itu sangat mudah seperti kita mancing di akuarium penuh ikan dan ikannya belum dikasih makan selama 2 hari, saking mudahnya.
Makanya kemudian banyak pihak mulai dari KPK, NGO, para pemerhati masalah ekonomi dan sosial sudah memperingatkan bahwa celah korupsi dalam pengadaan bansos itu sangat besar.
Apalagi dalam suasana kedaruratan seperti ini, secara psikologis mereka mungkin saja merasa tak akan terlalu diawasi, toh situasinya kan darurat.
Tapi Pemerintah Jokowi sepertinya terus memaksakan agar bansos dalam bentuk sembako, padahal di luar masalah korupsi trickle down effect terhadap industri kecil dan masyarakat luas pun sangat rendah.
Yang memperoleh keuntungan dari bansos sembako ini ya para pengusaha besar. Berbeda jika bansos yang diberikan itu cash transfer atau Bantuan Langsung Tunai (BLT).
BLT dalam situasi seperti ini adalah bantuan paling efektif karena dalam situasi seperti ini yang pertama dibutuhkan oleh kelas menengah bawah adalah uang tunai.
Setelah mereka mendapatkan BLT biasanya mereka akan membelanjakannya ke pasar-pasar tradisional di sekitar daerahnya, hal ini akan menjadi trigger bagi bergeraknya ekonomi rakyat yang didominasi oleh UMKM artinya hal ini juga bisa menyelamatkan usaha mereka.
Selain itu, BLT itu sangat efisien pemerintah tinggal blasting transfer aja ke setiap rekening perbankan atau fintech seperti Dana, Gopay, atau Ovo milik masyarakat yang berhak menerima bantuan sosial tersebut.
Verifikasi penerimanya juga sangat mudah, tinggal dilihat kartu tanda penduduk atau identitas lainnya, perbankan Indonesia kan sudah sangat bagus juga, mereka sudah hadir hingga pelosok negeri atau gunakan Kantor Pos seperti yang sekarang telah dilakukan.
Lantas bagaimana bagi yang belum memiliki akses terhadap industri keuangan? inilah kesempatan untuk memperluas inklusi keuangan.
Masyarakat setelah diberitahu bahwa mereka akan mendapakan BLT hampir dapat dipastikan jika  untuk mendapatkannya mereka wajib membuka rekening bank atau rekening fintech, hal itu akan mereka lakukan.
Sistem keuangan dan perbankan di Indonesia akan diuntungkan, selain tentu saja kemungkinan BLT itu di korupsi seperti yang terjadi dalam penyaluran bansos sembako akan sangat minimal.
Lebih baik hentikan saja bansos sembako, lebih efektif dan efisien tunai saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H