Nama Rizieq Shihab seminggu terakhir ramai menjadi bahan perbincangan, terlepas dari segala pro dan kontranya.
Harus kita akui bahwa Muhammad Rizieq Shihab ini secara politis cukup menjual, pengikutnya dari hari ke hari bertambah banyak dan bertambah militan.
Tak heran pemerintah terkesan sangat berhati-hati dalam menyikapi berbagai tingkah Rizieq dan para pengikutnya, bahkan yang sudah terlihat terang benderang seperti melanggar protokol kesehatan ditengah pandemi Covid-19 pun terkesan dibiarkan saja oleh pemerintah pusat dan daerah.
Aparat keamanan baik Kepolisian dan Tentara pun bersikap nyaris serupa, mereka hanya menghimbau melalui konperensi pers terpisah untuk mengingatkan tentang pentingnya persatuan dan kesatuan serta keutuhan NKRI, yang terkesan tak berhubungan dengan konteks keresahan masyarakat.
Sebenarnya apa yang terjadi sehingga Rizieq Shihab menjadi besar seperti saat ini?
Besarnya nama Rizieq tak lepas dari urusan politik, bukan hanya perkara ke-ulama-annya semata. Sebelum peristiwa tuduhan penistaan agama yang dilakukan Ahok tahun 2016 nama Rizieq dan pengikutnya tak sebesar saat ini, meskipun memang ia sudah dikenal tapi hanya untuk kalangan yang tak terlalu luas..
Rangkaian unjuk rasa yang dipuncaki aksi 212 dengan label penistaan Al Maidah 51 yang dimotori oleh Rizieq Shihab dan Front Pembela Islam (FPI) di bantu oleh beberapa ormas Islam lain seperti PUI, HTI (saat itu belum dibubarkan), PKS dan  beberapa ormas lainnya, serta di dukung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dipimpin oleh KH Maaruf Amin, membawa Rizieq pada episode baru hidupnya.
Aksi jalanan yang akhirnya mampu menjebloskan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang saat itu menjabat Gubernur DKI petahana ke penjara dan membawa Anies Baswedan naik tahta menjadi Gubernur DKI menjadi tonggak sejarah bagi kehidupan Rizieq Shihab dan FPI.
Pengikutnya bertambah banyak dengan cakupan yang lebih luas. Posisi tawarnya pun bertambah tinggi, namun dalam waktu bersamaan tekanan terhadap dirinya pun tambah besar.
Berbagai kasus dituduhkan kepadanya mulai dari pencemaran nama baik, penistaan Pancasila hingga urusan chat mesum yang membawanya harus pergi (kabur) ke Arab Saudi dengan alasan melaksanakan Ibadah umrah.
Semasa ia tinggal di Mekah Arab Saudi pemilihan Presiden berlangsung di Indonesia, meskipun jauh dari tanah air peran Rizieq cukup sentral untuk membentuk pasangan yang akan menjadi lawan Jokowi dalam pilpres 2019.
Sejumlah politisi bergegas mendatangi rumahnya di Arab Saudi,mulai dari Prabowo hingga Amin Rais. Ijtima Ulama untuk menentukan pasangan Prabowo dibentuk, meskipun rekomendasinya tak diikuti, karena Prabowo lebih memilih Sandiaga Uno dengan beberapa alasan.
Polarisasi yang tajam kala itu terutama untuk perkara politik identitas, sangat menguntungkan Rizieq karena ceruk pasar pendukung Prabowo beririsan dengan segmen pasar yang ia dan FPI bidik.