Label intoleran tak menyurutkan langkahnya, ia terus mengomandoi pengikutnya dari jauh. Membangun berbagai narasi yang politis berbungkus agama.
Istilah-istilah agama atau tepatnya istilah Arab ia gunakan agar narasi yang dibangun terkesan sangat Islami.
Meskipun kemudian Prabowo kalah dan selanjutnya bergabung  dengan Jokowi.Â
Nama Rizieq tetap moncer, limpahan pendukung Prabowo yang kecewa dengan pilihan politik Prabowo yang bergabung dengan Jokowi, membuat FPI kebanjiran anggota dan simpatisan baru.
Langkah lain yang cukup cerdik dari Rizieq adalah melembagakan aksi 212 dengan merk dagang Alumni 212.
Secara emosional ini menjadi sebuah ikatan, yang terus memelihara kesetian para peserta aksi demo bela Al Maidah untuk mengikuti Rizieq Shihab.
Merk dagang ini lah yang kemudian menjadikan posisi tawar Rizieq di kancah perpolitikan nasional melambung tinggi, walaupun ia tak berada di Tanah Air.
Agar eksistensinya tetap terpelihara, Rizieq dibantu sejumlah sekondannya seperti Syamsul Maarif, Bachtiar Nassir, Yusuf Martak, Â dan beberapa lainnya kerap melakukan aksi unjuk rasa apapun yang sifatnya menentang pemerintah, tak peduli apapun topiknya.
Rizieq sesekali nongol lewat video call yang disiarkan secara langsung dihadapan para pendukungnya.
Berbagai pendekatan komunikasi yang dilakukan oleh Rizieq Shihab dan kawan-kawan kemudian membuat media terbawa arus pragmatis yang diinginkan oleh mereka.
Nama Rizieq terus berada dipermukaan untuk diperbincangkan, bagaimana ia membangun narasi kabar kepulangannya menjadi santapan media meskipun 6 kali kabar Rizieq pulang tak jadi nyata.
Baru kali ke 7 kabar Rizieq pulang nyata adanya, hal ini akhirnya mampu membangkitkan euforia bagi para pengikutnya.