Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gula-gula Sugar Baby dalam Pelukan Sugar Daddy

24 Oktober 2020   11:37 Diperbarui: 24 Oktober 2020   12:19 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

istilah Sugar Baby belakangan ramai diperbincangkan khalayak, tapi tak afdhal rasanya jika membicarakan Sugar Baby tanpa memperbincangkan Sugar Daddy atau bisa juga Sugar Mommy.

Sugar Baby menurut laman Business Insider ialah seorang wanita atau dalam skala lebih sedikit seorang pria berusia muda, dengan rentang usia untuk wanita rata-rata 18 hingga 35 tahun yang membutuhkan dana tambahan untuk memenuhi kehidupannya, baik itu secara sosial maupun profesional.

Jika dianalogikan ke dalam struktur ekonomi, Sugar Baby ini adalah komoditas barang dan jasanya. 

Sedangkan  yang bertindak selaku konsumen atau penikmat barang dan jasa yang ditawarkan itu biasanya disebut Sugar Daddy atau Sugar Mommy.

Sugar Daddy ialah seorang laki-laki berusia diatas 35 tahun  yang memiliki kehidupan yang mapan dengan kemampuan finansial  cukup kuat sehingga mampu menghidupi Sugar Baby dengan segala permintaannya.

Demikian juga dengan Sugar Mommy kriterianya tak berbeda jauh dengan Sugar Daddy namun rentang usianya saja yang agak berbeda rata-rata mereka berusia 40 tahun ke atas.

Sebenarnya fenomena Sugar Baby, Sugar Daddy atau Sugar Mommy ini sudah berlangsung lama juga. Di Indonesia mungkin kita akrab dengan istilah wanita simpanan.

Wanita muda dengan pekerjaan yang tidak begitu jelas atau meskipun bekerja, mereka memiliki gaya hidup yang glamor dengan pakaian-pakaian, perhiasan dan memakai berbagai barang mewah lainya, sesuatu yang tak akan dapat dipenuhi dari penghasilannya sebagai pekerja.

Dalam istilah keuangan, profiling keuangannya  tak cocok dengan penghasilannya. Contoh nyata yang informasinya sudah tersebar luas di media adalah oknum Jaksa Pinangki Sirna Malasari saat dirinya pertama kali meniti kehidupannya saat ia beranjak dewasa.

Menurut cerita istri pertama  dari Sugar Daddy yang menjadikan Pinangki Sugar Baby seperti dilansir oleh channel Youtube milik Hersubeno Arief, @Hersubeno Poin pejabat Kejaksaan yang merupakan Sugar Daddy Pinangki, ia dibiayai kuliah dan kehidupannya hingga ia bisa masuk Kejaksaan dan menjadi Jaksa.

Kehidupan sosialnya pun banyak dibiayai oleh pejabat tersebut. Sebagai timbal baliknya hampir dapat dipastikan ia akan melayani pejabat tersebut mulai dari bersosialiasi hingga melayani kebutuhan biologisnya alias urusan seks.

Nah, makanya kemudian di Indonesia Sugar Baby itu banyak dikategorikan sebagai perebut laki orang alias Pelakor, karena pria yang menjadi Sugar Daddy-nya itu kebanyakan telah memiliki istri atau pasamgan tetap.

Bahkan yang lebih ekstrim lagi ada yang menyebutkan Sugar Baby itu sama saja dengan Pekerja Seks Komersial atau PSK.

Hal ini tentu saja dibantah keras oleh para Sugar Babies, seperti yang dikisahkan oleh (sebut saja) Mawar, seperti yang saya nukil dari  Situs ABC.Net.Au.

Mawar tak pernah merasa dirinya menjadi PSK dengan memilih menjadi Sugar Baby, lantaran ia tak pernah melayani kencan hingga di tempat tidur.

Ia mengaku menjadi Sugar Baby sejak Oktober  2019 lalu. Hingga saat kisah itu ditulis ia telah melayani 3 orang Sugar Daddy yang rata-rata usianya diatas 60 tahunan, 1 diantara mereka ada yang memang sudah hidup melajang karena perceraian.

Menurutnya mungkin si Sugar Daddy kesepian karena kesibukkannya dan butuh seseorang untuk menemaninya.

"Punya seorang perempuan cantik yang dapat memenuhi kebutuhan mereka itu semacam fantasi juga kan? Dan mereka punya banyak uang untuk melakukannya." Ungkapnya.

Penghasilannya dalam sebulan sebagai Sugar Baby ia sebutkan bisa hingga Rp. 43 juta, yang ia gunakan untuk membiayai gaya hidup mewahnya, berbelanja barang-barang bermerk, makan di tempat mewah hingga mempercantik diri.

Namun tentu saja pernyataan Mawar ini tak sepenuhnya benar juga. Karena kebanyakan dari Sugar Baby melayani hasrat seksual sang Sugar Daddy, bahkan mereka lebih banyak menggunakan kapasitas seksualitasnya demi menjaring Sugar Daddy yang ia anggap mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut.

Logikanya, mana lah mungkin pria tersebut mau mengeluarkan uang yang cukup besar untuk sesuatu yang tak sepadan dengan layanan yang diberikan.

Kalau untuk sekedar untuk curhat atau berbagi rasa dan makan malam sih ajak aja teman sekantor kan bisa saja dilakukan.

Seorang Seksolog Klinis, Zoya Amirin dengan tegas mengatakan bahwa laku para "Sugar" ini merupakan tindakan prostitusi terselubung. Walaupun agak sedikit berbeda, karena mereka pun menemani Sugar Daddy ketika bersosialisasi, dan itu dibayar juga.

Karena Prostitusi secara hukum di Indonesia itu terlarang , maka pekerjaan sebagai Sugar Baby itu tidak sah menurut hukum di Indonesia.

Namun, menjadi sulit untuk dihukum kecuali ada hal yang spesifik terjadi.

"Kalau misalnya pun terjadi perselingkuhan  antara sugar baby di mana sugar daddy sudah menikah, iya paling itu bisa ditindak secara hukum jika ada pelaporan dari istri sugar daddy tersebut," katanya.

Memang di Indonesia itu tak pernah ada wanita yang menjadi Sugar Baby secara khusus menyebutkan bahwa pekerjaan dirinya ialah sebagai Gula-Gula para Pria Tua nan mapan.

Mereka rata-rata  memiliki pekerjaan utama lain sebagai pelajar, mahasiswa atau pekerja biasa, misalnya. Tapi jika dilihat dari sisi penghasilan, pekerjaan utamanya ya menjadi Sugar Baby tersebut.

Namun, menurut Mawar Sugaring works dan prostitusi merupakan dua hal yang berbeda.

"Yang membedakan prostitusi dengan sugaring relationship adalah fakta bahwa dengan menjadi sugar baby, kami tidak harus berhubungan seks dengan sugar daddy," kata dia.

Terlepas dari perdebatan tersebut, di negara-negara barat yang kehidupan seksualnya lebih terbuka laku "sugaring" ini sudah menjadi sebuah lifestyle.

Bagi para wanita muda alasan utama mereka menjadi sugar baby adalah masalah ekonomi alias uang. Apalagi di dunia yang sangat materilistis seperti saat ini dimana penampilan materi menjadi hal utama yang dilihat dalam berinteraksi  antar manusia.

Agar mereka bisa berpenampilan oke tapi kocek tidak memadai sugar relationship ini menawarkan sesuatu yang menjanjikan sekaligus memberikan muka dibandingkan dengan menjadi PSK.

Bagi para Sugar Daddy, selain mereka dapat menikmati tubuh sang Sugar Baby, mereka juga akan terlihat oke karena ketika ia bersosialisasi dengan peer group-nya ia bisa menggandeng wanita muda rupawan nan Semlohai.

Hal itu bagi sebagian kalangan bisa menjadi sebuah kebanggaan. Jadi pada dasarnya sugaring relationship ini bisalah disebut simbiosis mutualisma.

Lantas bagaimana relasi sugaring ini bisa terbentuk, mungkin sebelum internet dan dunia digital berkembang seperti saat ini, pertemanan dan lingkup pergaulan menjadi dasar berkembangnya relasi ini.

Namun, di era teknologi seperti saat ini telah banyak aplikasi yang memang khusus dibuat untuk mempertemukan antara Sugar Baby dan Sugar Daddy/Mommy, lantaran pasarnya memang ada.

Aplikasi terbesar untuk sugaring relationship ini adalah Seeking Arrangement(dot)com. Di Indonesia aplikasi ini pun sudah banyak dikenal.

Jakarta menjadi penyumbang terbanyak Sugar Baby dan Sugar Daddy di situs ini, kemudian disusul Bandung dan Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun