Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Roti Gosong dan Ketidaksempurnaan

13 Oktober 2020   19:29 Diperbarui: 13 Oktober 2020   19:47 1220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pro dan kontra terkait disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, pemilihan Presiden, pemilihan Kepala Daerah acap kali menciptakan polarisasi cukup tajam.

Baik yang pro maupun kontra merasa pilihan dan pendapatnya lah yang paling benar. Kedua belah pihak merasa dirinya dan kelompok yang di dukungnya yang paling sempurna, diluar mereka dan kelompoknya otomatis salah.

Padahal sejatinya, tak ada satu pun di dunia ini yang sempurna. Apapun yang dilakukan dan diputuskan oleh manusia itu tak akan sempurna dan mampu menyenangkan semua pihak.

Ucapan saling mengejek antar kedua pihak terus bersemburan, yang pro menganggap yang kontra busuk sementara yang kontra menganggap yang pro penjilat.

Kita harus mampu belajar untuk menerima ketidaksempurnaan itu sebagai sebagai sebuah fitrah yang tak terelakan lagi.

Ada cerita menarik  yang diungkapkan oleh mantan Presiden India  Dr. Abdul Kalam, terkait masalah ketidak sempurnaan ini, meskipun mungkin cerita ini lebih berhubungan dengan sebuah keluarga, tapi bisa dimaknai lebih luas.

Syahdan, saat dirinya masih anak-anak, pada suatu malam ibunya memasak makanan untuk dirinya, adiknya, dan ayahnya setelah seharian bekerja keras menyelesaiakan berbagai pekerjaan rumah tangga.

Kemudian, entah apa yang sedang terjadi tapi yang jelas ibunya meletakan sepiring makanan khas india Sabzi dan sebongkah roti dalam keadaan gosong untuk ayahnya.

Lantas Abdul Kalam melanjutkan ceritanya, aku menunggu apakah ada yang memperhatikan dan mengomentari roti gosong tersebut.

Ayahku tenang saja memakan roti gosong tersebut, dan bertanya kepadaku bagaimana hari-hariku disekolah.

Aku tidak  begitu mengingat secara detil apa yang menjadi perbincangan di atas meja makan saat itu. Yang aku ingat benar adalah saat ibu meminta maaf kepada ayah karena roti yang disajikannya untuknya itu gosong.

Dan ayah menjawab " Sayang aku suka roti gosong"

Selepas makan malam, menjelang saat tidur tiba aku.menghampiri ayah untuk mengucapkan selamat tidur, seraya bertanya kepadanya.

"Apa ayah benar-benar suka roti gosong"tanyaku.

Ayah kemudian memelukku seraya berbisik,

 "Nak, ibumu melalui hari yang berat dengan pekerjaannya hari ini dan dia benar-benar lelah."


"Roti gosong tak akan pernah menyakiti siapapun, kata-kata kasar lah yang akan menyakitkan,"imbuhnya.

Lantas ayah melanjutkan, "Kau tahu nak, hidup ini penuh dengan hal-hal yang tidak sempurna dan orang yang tidak sempurna. Ayah pun jauh dari sempurna, ayah pun bukan lelaki terbaik yang ada di dunia ini dan mencoba terus belajar untuk menerima segala ketidaksempurnaan tersebut"

"Apa yang ayah pelajari selama bertahun-tahun adalah menerima kesalahan dan kekurangan satu sama lain dan lebih memilih untuk membina hubungan antar sesama dengan lebih baik."

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun