Kamis Kemarin(27/08/20) sore, dalam perjalanan pulang kantor, saya membaca kabar dari salah satu laman berita online, yang memberitakan bahwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari tersangka kasus pelarian Djoko Tjandra menolak diperiksa pihak Bareskrim Mabes Polri.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Ardiansyah
"Tadi saya dapat laporan dari kasubdit itu belum bisa berlangsung karena Pinangki menolak," kata Febrie di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (27/08/20).
Hebat sekali!! Seorang tersangka, padahal katanya ada dalam tahanan bisa menolak pemeriksaan yang dilakukan oleh Polisi Republik Indonesia
Dan polisi pun sepertinya tak terlalu keberatan dengan penolakan tersebut, entah karena ewuh pakewuh sesama aparat hukum atau ada sesuatu yang lain.
Coba bayangkan kalau yang menolak diperiksa itu bukan aparat hukum atau orang-orang yang memiliki kekuasaan tertentu, ya rakyat jelata lah. Kasus maling ayam misalnya, beuh sudah pasti diseret-seret enggak keruan.
Tapi bagi Jaksa Pinangki semuanya oke-oke saja. Selidik punya selidik akhirnya diketahui bahwa alasan Pinangki menolak diperiksa oleh Polisi itu karena ia akan dibesuk oleh anaknya.
Jadi apabila Polisi mau memeriksa tersangka, ya harus disesuaikanlah dengan jadwal pribadinya. Preseden yang luar biasa buruk bagi penegakan hukum
Akh, ini negeri apa sih sebenarnya equality before the law itu ternyata cuma isapan jempol belaka. Ingat, saat ini Pinangki Sirna Malasari itu telah diduga melakukan kejahatan yang derajat merusaknya jauh diatas maling ayam.
Mengapa pihak aparat hukum terutama pihak Kejaksaan Agung memperlakukan tersangka kejahatan extraordinary  begitu istimewanya?
Komisi Kejaksaan bahkan sudah 2 kali meminta mereka untuk memeriksa Jaksa Pinangki, namun ditolak oleh pihak Kejagung.
"Ya kan kami sudah panggil yang bersangkutan dua kali tidak datang, kemudian ada surat dari Jamwas dan Jambin sebagai atasan menyatakan bahwa yang bersangkutan sudah diperiksa Pengawasan Jamwas jadi tidak perlu diperiksa Komjak lagi," ujar Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak, seperti dilansir Detik.com
Selain perkara teknis, sekarang pernahkah publik tahu dan melihat secara langsung lewat layar kaca atau jepretan foto jurnalis, Jaksa Pinangki ini menggunakan rompi oranye dan diborgol saat diperiksa?
Saya yakin jawabannya belum pernah, berbeda dengan saat pemeriksaan kasus Jiwasraya dan kasus-kasus yang lain, para tersangkanya dipajang, berjalan tertunduk lesu menggunakan seragam oranye yang menandakan mereka adalah tahanan.
Pertanyaan dikepala saya dan mungkin juga di banyak kepala yang lain, benarkah Pinangki ini secara hukum sudah dinyatakan tersangka?Â
Benarkah jabatannya sudah dicopot? Jangan-jangan ia masih asyik saja ngantor?
Atau jangan-jangan Pinangki tak pernah ditahan ia mungkin saja berleha-leha sambil menikmati fasilitas mewah di Apartemen Pakubuwono tempat tinggalnya?
Ada apa sebenarnya dengan Jaksa Pinangki ini hingga pihak Kejagung begitu tertutup dan terkesan melindungi Jaksa ini.
Mau bicara Jiwa Korsa sesama korps? Ya salah kaprah lah kalau caranya saperti ini. Atau jangan-jangan gosip yang beradar dimasyarakat tentang keterlibatan jaksa lain dalam kasus pelarian Djoko Tjandra ini benar adanya.
Atau Jaksa Pinangki memegang kartu truf, yang jika dikeluarkan akan membuat banyak pihak terlibat, begitu banyak jangan-jangan di kepala publik terkait Jaksa Pinangki.
Tak heran juga ketika gedung Kejagung terbakar banyak pihak berspekulasi bahwa bisa saja gedung itu dibakar untuk menghilangkan barang bukti dan dokumen kasus Djoko Tjandra.
Agar sakwasangka ini tak berkembang yang kemudian memperburuk citra kejagung, ada baiknya pihak Kejagung lebih terbuka dalam penanganan Jalsa Pinangki ini, atau lebih baik serahkan saja ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tak ada conflict of interest.
KPK melalui salah satu komisionernya, Nawawi Pomolango sudah menyatakan keinginannya bahwa sebaiknya pihak Kejagung  menyerahkan kasus Jaksa Pinangki kepada mereka.
"Saya tidak berbicara dengan konsep pengambilalihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK," kata Nawawi, seperti yang dilansir Kompas.com, Kamis (27/08/20).
Saya sepakat dengan ini, kepercayaan publik bisa tumbuh kembali dalam penanganan kasus Pinangki ini jika KPK yang menangani.
Jika tidak, slogan semua sama dimata hukum itu ya cuma sebatas slogan belaka, Â BS kalau kata anak sekarang sih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H