Pelarian Djoko Tjandra bak kotak Pandora berisi uang telah dikutuk, satu demi satu pihak-pihak yang terlibat mulai terkena kutukan dari kotak uang yang dimilikinya. Kali ini giliran Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Pejabat eselon IV di Kejagung ini hari ini (12/08/20) resmi dinyatakan tersangka oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia, langsung ditangkap dan dijebloskan ke dalam tahanan Rutan Kejaksaan paling tidak untuk 20 hari ke depan.
"Setelah ditetapkan sebagai tersangka, maka pada tadi malam penyidik langsung melakukan penangkapan terhadap tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (12/08/20), Seperti dilansir Kompas.com
Pinangki diduga telah menerima gratifikasi dari Djoko Tjandra sebesar US$ 500 ribu atau setara Rp.7 miliar rupiah. Selain itu wanita muda berparas cantik ini di duga menerima hadiah, janji, serta berbagai fasilitas dari buronan yang kini telah tertangkap Djoko Tjandra.
Namun demikian pihak Kejagung terus menyelidiki jumlah pasti dana yang didapatkan Pinangki dalam kasus pelarian Bos Mulia Grup ini.Untuk kasus ini ia disangkakan pasal berlapis, Pasal 5 ayat 1 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 11 UU Tipikor 2001 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki menjalani serangkaian pemeriksaan lantaran ia sempat bertemu terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra di Malaysia, tak sekali dirinya bertemu dengan buronan tersebut dalam 7 bulan terakhir ia paling tidak menurut Kejagung sudah 9 kali melakukan perjalanan ke Luar negeri tanpa sepengetahuan mereka.
Sementara menurut Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saimin, Pinangki telah bepergian ke luar negeri untuk bertemu Djoko sebanyak 20 kali.
Atas informasi ini, kemudian Jaksa Agung St Burhanuddin kemudian membebaskan tugaskan Pinangki dari jabatannya sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Lantas Kejagung menelusuri dan menyelidiki bukti-bukti keterlibatan Pinangki dalam kasus pelarian Djoko Tjandra dan akhirnya mulai menemukan aliran dana yang diduga mengarah padanya dari sumber yang diyakini Kejagung sebagai Djoko Tjandra.
Uang gratifikasi yang diduga diberikan Djoko tersebut ternyata lebih besar dari seluruh harta kekayaan miliknya yang dilaporkan Pinangki dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara(LHKPN) per 31 Agustus 2019 yang jumlahnya Rp.6,83 miliar.
Agak mengherankan juga,seorang jaksa dengan jabatan eselon IV bisa menghasilkan kekayaan begitu banyak. Seperti dilansir Kompas.com yang mengutip laman resmi Kejaksaan Agung.
Menurut Keputusan Jaksa Agung nomor 150 tahun 2011 tentang Penetapan Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional Pegawai di Lingkungan Kejaksaan.
Jabatan yang diemban Jaksa Pinangki termasuk dalam grade 8, mendapatkan tunjangan kinerja sebesar Rp. 4.595.150, sementara gaji PNS golongan IV di berikan gaji sebesar antara Rp.3.044.399 hingga paling tinggi Rp. 5.901.200.
Jadi total pendapatan yang di dapat oleh Jaksa Pinangki (dengan menggunakan asumsi tertinggi) Rp.10. 496.350, katakanlah ada pendapatan lain dari pekerjaannya tersebut 100 persen dari jumlah yang didapatkannya dari gaji, pendapatan Pinangki menjadi Rp. 20.982.700.
Berarti dalam setahun ia mendapatkan pendapatan sebesar maksimal Rp.300 juta, dengan asumsi tak ada penghasilan lain diluar pekerjaannya mana mungkin dalam kurun waktu 11 tahun ia mampu menghasilkan kekayaan hingga Rp. 4,7 miliar. Apalagi dengan gaya hidupnya seperti yang ditunjukan lewat akun medsos miliknya mustahil uang gajinya bisa disimpan utuh.
Dalam LHKPN sebelumnya pada tahun 2008 kekayaan Pinangki Rp.2,064 miliar, sedangkan 2019 menjadi Rp, 6,83 miliar naik 227 persen.
Dalam LHKPN terbaru tersebut Pinangki disebutkan memiliki 3 kendaraan roda empat, berupa Nissan Teana (2010), Toyota Alphard (2014) dan Daihatsu Xenia (2013) dengan jumlah total harta bergerak Rp.630 juta, ia pun memiliki harta tak bergerak berupa tanah dan bangunan di Bogor, Jakarta Barat, dan Kota Bogor, senilai Rp. 6 miliar dan uang kas atau setara kas Rp.200 juta.
Jumlah yang luar biasa jika dihitung dari pendapatan dari hasil kerjanya sebagai Jaksa, walaupun sebenarnya tak terlalu mengejutkan juga sih. Karena kalau kita amati banyak penyelenggara negara yang memiliki harta kekayaan melampaui daripada yang dihasilkannya.
Tapi paling tidak dalam konteks Pinangki Sirna Malasari kita sudah tahulah darimana uang yang dihasilkannya.
Terlepas dari hitung-hitungan hartanya, ini menunjukan bahwa hukum masih menjadi komoditas yang sangat menggiurkan, hanya bermodal jabatan dan koneksi miliaran rupiah bisa dengan mudah diraup.
Penangkapan dan penahanan Pinangki ini menambah daftar panjang aparat hukum yang seharusnya melakukan penegakan hukum dalam kasus Djoko Tjandra menjadi pelanggar hukum dan harus menanggung akibatnya.
Seperti diketahui sebelumnya dari pihak Kepolisian Brigjen Pol. Prasetyo Utomo telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan surat-surat dan dalam pengembangan ke arah gratifikasi kini mendekam di Rutan Bareskrim Mabes Polri.
Kemudian 2 rekannya Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo harus rela melepas jabatannya karena dianggap melanggar etika Kepolisian, dan kini masih dalam pemeriksaan pihak Propam Kepolisian.
Terakhir Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Anita Dewi Kolopaking, ditersangkakan dan ditahan oleh polisi atas dugaan pemalsuan surat dan membantu pelarian buronan.
Oknum dari 3 institusi hukum yang berbeda berkelindan untuk memanipulasi hukum yang seharusnya mereka tegakkan, syukurlah atas peran masyarakat anti korupsi, ketegasan Kepolisian dan Kejaksaan serta dukungan penuh Presiden Jokowi kasus ini dapat terbongkar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H