Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Resesi Itu Berbeda dengan Krisis Apalagi Depresi dan Secara Teknis Indonesia Belum Resesi

10 Agustus 2020   11:38 Diperbarui: 10 Agustus 2020   16:54 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biro Pusat Statistik (BPS) merilis pengumuman bahwa menurut catatannya Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal II 2020 terkontraksi menjadi negatif 5,32 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019(Year on Year)

Sementara jika dibandingkan dengan Kuartal I tahun 2020, pertumbuhan ekonomi di Kuartal II terkontraksi sebesar negatif 4,19 persen. Apabila dibandingkan antara Semester I tahun 2020 dengan semester yang sama tahun lalu maka, pertumbuhan ekonomi berada di angka positiff 1,26.

Seperti diketahui pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal I 2020 masih dalam teritori positif di angka 2,97 persen. Artinya secara konseptual dan teknikal Perekonomian Indonesia belum masuk dalam kategori negara terkena resesi.

Karena secara konsep sebuah negara bisa disebut terjun ke jurang resesi ekonomi manakala selama 2 kuartal berturut atau lebih dalam kurun tahun yang sama pertumbuhan ekonomi negara tersebut dalam posisi negatif.

Apakah dengan hal ini Indonesia bisa dikatakan terbebas dari resesi ekonomi? tentu saja tidak. Jika pada Kuartal III yang kini tengah dijalani pertumbuhan ekonomi Indonesia negatif, maka secara konsep dan teknis Indonesia sudah masuk dalam jurang resesi.

Kemungkinan itu masih sangat besar, seperti yang diucapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati.

"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," katanya. Rabu (05/08/20), seperti dilansir CNBCIndonesia.com.

Nah untuk menghindari itu Tim Ekonomi Pemerintah Jokowi kini tengah berusaha keras menggenjot belanja pemerintah, dengan berbagai upaya terutama menggelontorkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar segera sampai dan termanfaatkan oleh masyarakat.

Ketika uang tersebut sampai kemasyarakat, daya beli masyarakat akan terdongkrak dan ekonomi Indonesia yang pertumbuhannya 70 persen lebih di dotong transaksi domestik akan ikut terangkat pula.

Dalam situasi seperti ini pemerintah memang tak bisa terlalu berharap pada investasi asing untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, Singapura yang merupakan investor asing yang realisasi investasinya terbesar di Indonesia sedang dalam posisi resesi setelah pada kuartal II 2020 ini kembali mencatat pertumbuhan ekonomi negatif, minus 41, 2 persen.

Jadi ekonomi domestik lah yang paling bisa diharapkan agar Indonesia terhindar dari resesi.

Lantas, andai Indonesia tak bisa menghindari resesi karena pertumbuhan ekonomi di Kuartal III minus, apa yang akan terjadi?

Jika resesi terjadi dampaknya bukan hanya pada aspek ekonomi namun bisa berdampak sosial bahkan jika terus tak terkelola dengan baik bisa saja berdampak pada aspek politik dan keamanan.

Resesi akan membuat lapangan kerja menciut, pengangguran bertambah dan otomatis akan membuat penduduk miskin menjadi membengkak. Ketika rakyat sudah susah makan, maka kemudian aspek sosial akan mulai terganggu.

Kriminalitas akan meningkat tajam, dan yang paling parah bisa juga memicu konflik vertikal antara rakyat dengan pemerintah atau konflik horizontal antar masyarakat, social unrest. Kondisi ini tentu akan memanaskan situasi politik dan keamanan dalam negeri.

Kondisi ini kemudian bakal menimbulkan krisis baru, yang lebih parah jika tak ditangani dengan cekatan oleh pemerintah. Resesi ini bisa berubah menjadi Depresi Ekonomi.

Indikator utama sebuah negara mengalami depresi adalah Pertumbuhan ekonominya terkontraksi hingga lebih dari 10 persen. Biasanya memiliki dampak tak terbatas secara nasional tapi global dengan durasi yang cukup panjang hingga bertahun-tahun.

Jadi, andai terjadi depresi ekonomi yang terkena tak akan hanya Indonesia, minimal kawasan ASEAN atau lebih besar lagi. Saya rasa itu masih jauh dari Indonesia jika berkaca pada situasi terkini.

Salah satu contoh depresi ekonomi yang cukup panjang terjadi di AS pada tahun 1929 hingga 1939 yang disebut dengan Great Depression, bermula dari resesi di AS pada tahun 1929 kemudian meluas hingga ke Eropa, dan itu semua tak hanya akibat satu faktor saj, saat itu amblasnya pasar saham dan kekeringan yang meluas menjadi sebagian dari banyak faktor lain yang membuat depresi saat itu terjadi

Namun bukan berarti pemerintah bisa berleha-leha. So far apa yang dilakukan oleh pemerintah sudah on the right track. Seperti yang diucapkan oleh beberapa Ekonom, mungkin yang perlu ditingkatkan masalah akselerasi aja.

Misalnya dalam hal belanja negara di berbagai kementerian dan lembaga negara, harus lebih cepat dengan cara memangkas birokrasi walaupun masih harus dalam koridor hukum-hukum yang berlaku dan jauh dari moral hazard.

Krisis karena Corono Virus Desease (Covid)-19 ini memang luar biasa cepat datangnya, sebelum Covid-19 ini mencengkeram dunia yang memaksa sebagian besar mobilitas manusia dan barang terhenti semua negara walaupun perekonomian global diprediksi melemah karena  dibayangi oleh situasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat tapi secara keseluruhan sih baik-baik saja.

Harapannya Pemerintah Jokowi dapat memimpin rakyatnya melalui masa sulit ini, masih jauh dari sempurna memang apalagi terkait penanganan penyebaran virusnya yang dari hari kian melaju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun