Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

PS Store dan Peredaran Ponsel BM, Apa Kabar Aturan IMEI?

2 Agustus 2020   09:13 Diperbarui: 2 Agustus 2020   16:11 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat, beberapa hari yang lalu heboh dengan ditangkapnya Putra Siregar pemilik PS Store dan Youtuber, atas dugaan kasus penjualan ponsel ilegal .

Kantor Wilayah Bea Cukai DKI Jakarta telah menangkap, melakukan penyitaan terhadap 190 unit ponsel yang disinyalir ilegal dan uang tunai hasil penjualan sebesar Rp.61,5 juta serta menetapkan Putra Siregar sebagai tersangka karena melanggar aturan kepabeanan.

Putra sempat ditahan pihak Bea Cukai namun kemudian dilepas menjadi tahanan kota setelah memberikan jaminan berupa rumah seharga Rp.1,15 miliar dan uang tunai Rp. 50 juta.

Untuk melancarkan penjualan ponselnya,  PS kerap menggandeng para selebriti  seperti Raffi Ahmad, Atta Halilintar Baim Wong dan banyak lagi yang lainnya dengan cara kolaborasi konten di laman Youtube miliknya.

Berkas penyidikan Putera kini sudah masuk ke Kejaksaan untuk segera dapat disidangkan atas dugaan pelanggaran Pasal  103 huruf u Undang-Undang nomor 17 tentang Kepabeaan.

Kasus ini menunjukan bahwa peredaran ponsel ilegal masih tetap marak di Indonesia meskipun aturan pemblokiran Internationaly Mobile Equipment Identity (IMEI) telah diberlakukan  oleh Pemerintah Indonesia sejak 18 April 2020 lalu.

Padahal menurut data dari Kementerian Perindustrian ponsel ilegal yang beradar setiap tahun sekitar 9 hingga 10 juta unit dan membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,8 triliun per tahun dari potensi pajak dan cukai yang dihasilkan.

Kondisi ini membuat kita berfikir seberapa efektifkah aturan dan segala macam usaha untuk melakukan blokir terhadap unit ponsel ilegal melalui pemblokiran IMEI.

Jika diamati penjualan ponsel ilegal secara offline maupun online masih saja tetap marak, meskipun semestinya hal itu tidak terjadi setelah aturan itu secara resmi telah ditetapkan pemerintah.

Aturan yang mengharuskan setiap produsen dan importir untuk mendaftarkan setiap ponsel mereka ke Kementerian perindustrian sebelum didistribusikan ke pasaran itu dibuat untuk ditegakkan dan ditaati, buat apa membuat dan memberlakukan aturan tapi tetap saja peredaran ponsel ilegal masih marak terjadi.

Jika kita telusuri di berbagai pusat penjualan ponsel apalagi secara online, dengan mudah kita temui penjualan unit ponsel Black Market (BM) sebutan lain untuk ponsel ilegal.

Lantas kenapa hal itu bisa terus terjadi padahal aturan yang ditandatangani oleh Menperin, Menkominfo, dan Kemenkeu sudah efektif berlaku.

Ini malah saling lempar tanggung jawab, pihak Kemenperin menyebutkan bahwa perangkat pendukungnya berupa Central Equipment Identity Register (CEIR) masih ada ditangan Kemenkominfo.

"Posisi CEIR masih di Kemenkominfo, sampai saat ini belum (diterima) dan sedang proses," ujar Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Achmad Rodji, Rabu (24/6/2020). Seperti dilansir Kompas.Com

Sementara pihak Kemenkominfo menyatakan bahwa alat tersebut kini sudah diserahkan ke Kemenperin.

"Dashboard CEIR berada di Kemenperin dan operasi HP BM (black market) oleh Ditjen Bea dan Cukai, Kemenkeu. Sebaiknya ditanya langsung ke dua institusi tersebut," kata Menkominfo, Johnny G. Plate, Kamis (30/07/20). 

Kemenperin kemudian menyatakan bahwa pengoperasian perangkat CIER itu kini tengah dalam tahap pengoptimalan, masih butuh waktu untuk itu.

Terlepas dari koordinasi yang buruk lintas Kementerian, yang jelas faktanya aturan tentang Pemblokiran IMEI ponsel BM yang mulai diberlakukan sejak 18 April 2020 belum efektif ditegakkan di lapangan.

Makanya tak heran jika kemudian PS Store bisa menjual ponsel BM dengan sangat leluasa, PS Store mungkin hanya puncak gunung es dari penjualan ponsel BM secara keseluruhan di Indonesia.

Aneh banget cara kerja pemerintah ini, seharusnya ketika aturan sudah diberlakukan, perangkat pendukungnya juga harus sudah siap. 

Pihak Kemenperin melalui Kepala Sub Direktorat Industri TIK, Perkantoran, dan Elektronik, Eko Yulianto menyebutkan bahwa mesin pemblokiran baru bisa dijalankan secara optimal bulan Agustus 2020 ini.

"Mungkin Agustus sudah mulai jalan, karena kemarin itu masih ada yang perlu penyesuaian," katanya.

Kalau faktanya demikian mengapa tidak sejak dari awal aturan tersebut diberlakukan Agustus ini saja, agar pemerintah tak terkesan menjadi mempermalukan diri sendiri, dengan memberlakukan aturan tanpa mampu menegakannya secara efektif.

Bukan kali ini saja pemerintah membuat aturan yang bertujuan melindungi masyarakat dari tindak kejahatan siber tapi justru tak berjalan efektif.

Seperti aturan tentang memasukan nomor KTP dan NIK KK saat pemasangan Kartu SIM baru, tetap saja SMS penipuan bisa leluasa menyebar dan pemerintah seperti impoten tak bisa melakukan  tindakan apapun.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun