Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Penghapusan Bus Gratis Bantuan di Stasiun, KRL Bakal Lebih Padat, Apa Kabar Protokol Kesehatan?

29 Juli 2020   09:49 Diperbarui: 1 Agustus 2020   11:59 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradoks menggelikan sekaligus menyebalkan terus dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani Covid-19. Di satu sisi masyarakat dipaksa bahkan hingga diancam sanksi segala, jika tak mematuhi protokol kesehatan tapi di sisi lain, pemerintah membiarkan rakyatnya berdesakan di KRL yang itu sangat jelas melanggar protokol kesehatan yang aturannya mereka buat sendiri.

Apa bukti bahwa pemerintah membiarkan? Salah satunya adalah mencabut layanan bus bantuan gratis menjadi bus berbayar.

Padahal dalam sebulan terakhir ini bus gratis yang tersedia di sejumlah stasiun yang memiliki penumpang besar, antara lain Stasiun Bogor, Cilebut, Bojong Gede, Depok hingga Cikarang. Terbukti berhasil mengurangi kepadatan penumpang KRL setiap hari Senin.

Bergantinya layanan bus gratis menjadi layanan bus berbayar ini diungkapkan oleh Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

Direktur angkutan jalan BPTJ, Aca Mulyana menyatakan bus yang semula gratis, mulai pekan depan, Senin (03/08/20) akan dikenakan tarif, dengan trayek seperti sebelumnya.

"Bisa saja nanti dibagi, antara bus JR Connexion atau bus sekolah yang bertarif. Tarifnya antara Rp 15 ribu sampai Rp 25 ribu. Direncanakannya seperti itu," kata Ace, di Stasiun Bogor, Senin (27/7/20). Seperti dilansir Okezone.

Seperti diketahui sebelumnya, dengan pertimbangan lonjakan penumpang KRL Jabodetabek selalu terjadi setiap hari Senin, maka Pemerintah Daerah DKI bekerjasama dengan Pemda Kota/Kabupaten Bogor dan Bekasi, berinisiatif untuk menyediakan layanan bus gratis agar protokol kesehatan dalam gerbong KRL terutama Physical distancing bisa tetap dilakukan.

Dengan dicabutnya layanan bus gratis ini, berganti menjadi bus berbayar, hampir dapat dipastikan sebagian besar penumpang KRL akan lebih memilih naik kereta daripada harus membayar naik bus dengan tarif sebesar itu, akibatnya gerbong KRL bakal tambah berjubel dan omong kosong dengan "menjaga jarak".

Artinya protokol kesehatan yang seharusnya menjadi acuan dalam beraktivitas saat pandemi Covid-19 secara terpaksa harus dilanggar oleh para penumpang KRL.

Pihak Operator PT KCJ, saat ini menurut pengalaman saya yang setiap hari menggunakan layanan KRL, sudah cukup proper menegakan protokol kesehatan dalam melayani para penumpang.

Tapi harus diingat KCJ tak bisa bergerak sendiri harus ada dukungan dari semua pihak termasuk dari penumpangnya sendiri, kantor-kantor tempat para penumpang itu bekerja, serta para pemangku kepentingan lain seperti Pemda di Jabodetabek dan Kementerian perhubungan.

Kami para pekerja itu benar-benar tepaksa harus naik KRL karena kantor mengharuskan kami hadir secara fisik, transportasi yang paling efesien dan efektif dari rumah menuju kantor ya KRL itu.

Andai ada pilihan lain yang nyaris serupa saja mungkin kami akan memilih alat transportasi lain. Sepanjang yang saya saksikan setiap hari, penumpang KRL sudah berusaha patuh terhadap protokol kesehatan.

Aturan yang ditetapkan oleh KCJ seperti wajib memakai masker, memakai baju lengan panjang, dan menjaga jarak sudah berusaha dipatuhi.

Paling sulit dan acapkali terlanggar adalah menjaga jarak karena, ruangan di dalam gerbong ya terbatas sementara dalam perjalanan penumpang naik terus di setiap stasiun akibatnya menjadi berjubel, walau memang tak separah saat situasi sebelum pandemi Covid-19 terjadi.

Nah, apalagi jika kemudian Pemda dan Kemenhub mencabut layanan bus gratis diganti menjadi berbayar, awal pekan bakal menjadi mimpi buruk bagi para penumpang KRL.

Apakah pemerintah sudah tak memiliki anggaran yang cukup buat membiayai penanganan pandemi ini sehingga bus bantuan yang tadinya gratis menjadi bus berbayar.

Atau memang sedari awal sudah direncanakan bajwa bus bantuan itu menjadi semacam teaser saja untuk membuat trayek baru? Yang artinya ini hanya masalah bisnis saja.

Tak tahukan mereka bahwa pendapatan para pekerja dalam situasi pandemi seperti ini juga menurun?

Agak mengherankan juga sebenarnya, kebijakan ini diterapkan saat klaster-klaster baru Covid-19 di perkantoran bermunculan setelah 5 orang di Kantor pusat PLN, saat ini ramai kawasan SCBD disebut menjadi klaster baru lain.

Bukan tidak mungkin klaster-klaster baru perkantoran bakal terus bermunculan. Kami para pekerja seperti merasa dikorbankan pemerintah agar menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tanpa kejelasan perlindungan.

Kami para pekerja yang harus menggunakan transportasi umum semacam KRL menjadi seperti isian sandwich, digencet sana sini.

Seharusnya pemerintah memberikan subsidi untuk kebutuhan transportasi para pekerja agar bisa beraktifitas dengan aman. 

Seperti dilansir Kompas.Com hari Senin (27/07/20) untuk anggaran penanganan Covid-19 Pemerintah Indonesia, menurut Presiden Jokowi sudah menyediakan dana sebesar Rp.695 triliun.

Dari jumlah itu yang baru terserap hanya Rp 136 triliun atau sekitar 19 persen dari total anggaran. 

Apakah tidak bisa anggaran sebesar itu salah satunya dialokasikan untuk mensubsidi angkutan umum bagi para pekerja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun