Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Adian Napitupulu vs Erick Thohir, Ternyata Hanya Urusan Jatah Jabatan Komisaris BUMN?

22 Juli 2020   09:20 Diperbarui: 22 Juli 2020   10:00 2387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Usaha Milik Negara atau BUMN rupanya menjadi tambang emas bagi siapapun penguasa Republik Indonesia tercinta ini.

Bukan hanya menjadi salah satu sumber pendapatan negara non-pajak. BUMN juga menjadi semacam way out bagi penguasa untuk "Mengucapkan Terimakasih" kepada mereka yang mendukungnya dalam sebuah proses politik, dengan cara membagi-bagi jatah jabatan Komisaris.

Persoalannya, jika kemudian pembagian jatah jabatan Komisaris ini dianggap tak adil oleh sebagian pihak, maka bagi-bagi jatah yang seharusnya di terimakasihi malah berbalik menjadi "perang saudara".

Seperti yang terjadi antara sang pembagi jatah, Menteri BUMN Erick Thohir dan salah satu pihak penerima jatah Adian Napitupulu.

Saking kesalnya karena jatah yang dikehendakinya tak ditunaikan, Adian merilis dua kali surat terbuka yang spesial ditujukan kepada Erick Thohir, selaku pemegang kuasa pemerintah Jokowi dalam bagi-bagi jatah jabatan Komisaris di berbagai BUMN.

Sebetulnya mungkin banyak juga yang kesal karena jatah yang dikehendaki tak sesuai dengan jatah yang diterima. Namun yang berani berbicara terbuka ya Adian Napitupulu.

Erick Thohir jadinya seperti kesulitan membagi-bagi kue jabatan Komisaris di BUMN. Karena jabatan di BUMN itu harus dibarengi dengan kompetensi si penerima jatah tersebut.

Erick harus memilih dari sekian banyak list calon yang diajukan hanya beberapa yang dapat di akomodasi. Selain kompetensi, komposisi juga harus diatur sedemikian rupa agar seimbang dan semua pihak kebagian jatah.

Keputusan ini membuat Erick tak memiliki kemewahan untuk menyenangkan semua pihak, akhirnya polemik antara Adian Napitupulu dengan dirinya muncul ke publik lewat 2 surat terbuka Adian tersebut.

Surat pertama Adian lebih banyak menyoroti masalah ucapan Erick terkait mafia Alat Kesehatan yang terjadi di Indonesia dalam kaitan penanganan Corono Virus Desease 19.

Adian menyebutkan dalam suratnya tersebut bahwa mafia alkes itu sejatinya ada di lingkup BUMN itu sendiri. 

Jadi Adian menganggap Erick "maling teriak maling". Surat kedua Adian mengkritik Erick dengan sangat keras komposisi penempatan jabatan Komisaris yang ia korelasikan dengan adanya sinyalemen bahwa Erick memiliki hidden agenda dalam karir politiknya pada tahun 2024.

Awalnya saya sendiri percaya bahwa Adian Napitupulu melakukan kritik tersebut karena alasan-alasan idealis, namun belakangan mulai terbuka ternyata ada alasan pragmatis di balik kritik Adian tersebut, ya apalagi kalau bukan alasan pembagian Jabatan Komisaris di berbagai perusahaan BUMN.

Surat ke-2 inilah yang membuat  Adian dipanggil ke Istana Negara Jakarta oleh Presiden Jokowi. Kenapa Jokowi sampai merasa harus memanggil Adian ke Istana terkait hal ini, saya sih menduga Jokowi menganggap Adian sebagai salah satu anak muda andalannya, seperti halnya Erick Thohir.

Dalam pertemuan tersebut menurut Adian seperti yang saya kutip dari acara Satu Meja The Forum yang disiarkan oleh Kompas TV beberapa waktu lalu, Jokowi lebih banyak mendengar dan mencatat berbagai keluh kesah Adian, terkait banyak isu nasional termasuk di dalamnya keluhannya terkait komposisi jabatan Komisaris di BUMN.

Sementara Erick Thohir lebih memilih diam tak menanggapi secara terbuka kritik yang dilancarkan Adian. Ia hanya meminta Staf Khususnya di Bidang Komunikasi Arya Sinulingga untuk memberikan klarifikasi terkait berbagai kritik yang datangnya dari Adian.

Polemik antara teman satu barisan yang berkaitan dengan jabatan Komisaris di perusahaan pelat merah ini seharusnya bisa dihindari jika paradigma pengelolaan perusahaan milik negara ini dirombak secara mendasar.

Tanpa itu, polemik terkait jabatan di BUMN akan terus terjadi dan kinerja perusahaan-perusahaan yamg dianggap menguasai hajat hidup orang banyak bakal tetap morat-marit.

Selama ini pola pengelolaan BUMN seperti cenderumg menguntungkan penguasa pemenang pemilu. Dengan berbagai alasan mengamankan kepentingan nasional atau menjalankan penugasan dari pemerintah, perusahaan pelat merah ini dipaksa mengabaikan kalkulasi bisnis normal, hingga akhirnya harus merugi.

Sudah saatnya pemerintah mengkaji berbagai opsi terkait pola pengelolaannya, salah satunya dengan menjual kepemilikan perusahaan negara itu di pasar modal.

Meskipun sebenarnya dengan menjual sahamnya di pasar modal tak serta merta bakal membuat intervensi penguasa menjadi hilang, karena negara pasti akan tetap mempertahankan kepemilikannya agar tetap menjadi pemegang saham pengendali.

Namun paling tidak, lambat laun intervensi kepentingan politik yang selama ini mencengkeram BUMN dengan sangat kuat akan terkikis.

Satu hal lagi dan ini harus benar-benar menjadi pegangan, penguasa harus memiliki "goodwill" untuk tak menjadikan BUMN sebagai alat tawar bagi kepentingan politik kekuasaan.

Tanpa perubahan pola pengelolaan yang mendasar serta adanya goodwill dari penguasa siapapun mereka, kisruh seperti yang terjadi antara Politisi PDIP Adian Napitupulu dengan Menteri BUMN Erick Thohir  tentang penentuan jabatanKomisaris di BUMN tak akan pernah berakhir.

Langkah-langkah Erick Thohir yang didukung leh Presiden Jokowi saat ini mungkin sudah menuju ke arah perubahan pola pengelolaan BUMN mulai terlihat, namun masih belum cukup kuat.

Presiden harus mengeluarkan aturan yang cukup jelas terkait hal ini, tutup pintu intervensi politik, dan pemerintah hanya berlaku sebagai regulator  yang adil dan mengayomi bagi kepentinganseluruh rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun