Djoko Sugiarto Tjandra memang sosok yang fenomenal, bukan fenomenal dalam sisi positif tentunya.Â
Ia benar-benar mampu mempraktekan dengan sempurna  bagaimana uang yang ia miliki mampu mengangkangi "hukum".
Jika kita amati dari awal kasus Djoko Tjandra ini memang penuh keanehan atau saya sih lebih suka menyebutnya sangat tricky.
Djoko terlihat sangat licin dalam menghindari jeratan hukum. Â Sementara di lain pihak penegak hukum yang menangani kasus Djoko Tjandra seperti kesulitan untuk menghadapi aksi Tricky pemilik bisnis Mulia Grup ini.
Djoko Tjandra alias Tjan Kok Hui alias Joe Chan ini merupakan seorang pebisnis yang merupakan pendiri bisnis Mulia Grup yang memiliki sekitar 49 anak usaha.
Bisnis utama grup bisnis Mulia ini adalah Property namun dalam perjalanannya mulai merambah ke bisnis keramik, metal dan kaca.
Bersama 3 saudaranya, Djoko berhasil membawa Mulia Grup ini menjadi sebuah Konglomerasi perusahaan yang cukup disegani, aset perusahaannya pada tahun 1998 ditaksir mencapai Rp 11,5 triliun, angka yang sangat besar saat itu.
Awal permasalahan membelit Djoko ketika ia bersama Setya Novanto mendirikan sebuah perusahaan bernama PT.Era Giat Prima untuk membeli hak tagih hutang atau Cessie dari Bank Bali milik Rudy Ramli.
Hak tagih Bank Bali ini terjadi setelah Bank yang dulu dikenal dengan Sijempol-nya itu kesulitan menagih piutang yang dimiliki pada tiga bank yakni Bank BDNI, Bank Umum Nasional, dan Bank Tiara.
Padahal ke 3 bank tersebut masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang didirikan untuk mengelola dan menyehatkan perbankan saat krisis moneter 1998 terjadi.
Seharusnya piutang itu bisa segera dicairkan namun entah kenapa tak kunjung dapat dicairkan. Kemudian hak tagih itulah yang di beli oleh PT. EGP milik Djoko.