Saya merupakan salah satu pendukung Jokowi sejak dirinya mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2012, Pemilihan Presiden 2014 hingga Pilpres 2019 Â lalu.
Saya memang tak pernah masuk dalam tim sukses diberbagai tingkatan bahkan relawan pun tidak. Namun saya cukup fanatik juga mendukung mantan Walikota Solo dua periode ini.
Dalam Pilpres 2014 dan 2019 Berkali -kali saya harus berbenturan pendapat dengan lingkungan keluarga saya dan teman-teman kecil saya di Sukabumi.
Sebagai tambahan informasi Sukabumi merupakan salah satu basis pendukung laaan Jokowi dalam 2 Pilpres terakhir, Prabowo Subianto.
Ia dicitrakan sebagai sosok yang merakyat, cara dirinya memimpin sangat egaliter, jujur, permasalahan yang melibatkan masyarakat ia selesaikan dengan cara "ngewongke".
Dan faktanya memang demikian, ia membawa angin segar kepemimpinan Indonesia. Namun sekarang saya mulai sadari bahwa itu semua tak cukup untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif.
Rasanya perasaan saya mulai agak berbeda terhadap Jokowi mulai terjadi sesaat setelah Jokowi memilih Maaruf Amin untuk mendampinginya dalam Pilpres 2019, alih -alih memilih Mahfud MD yang sebenarnya sudah ia pilih untuk mendampinginya sebagi Cawapresnya dalam Pilpred 2019 tersebut.
Namun, walau sedikit mengurangi "kefanatikan saya" saya tetap mendukung dan memilih Jokowi dalam Pilpres itu. Berkali-kali saya datang dalam kampanye Jokowi untuk memperlihatkan dukungan saya termasuk saat kampanye akbar di Stadion GBK di akhir masa kampanye.
Meskipun apalah artinya dukungan dari saya, rakyat kecil biasa. Tapi lumayanlah saya bisa membawa beberapa orang untuk meyakinkan mereka memilih Jokowi.
Apalagi kemudian Jokowi sesaat sebelum dan setelah memenangkan kontestasi pilpres tersebut Jokowi berulang kali berujar bahwa diperiodenya yang kedua ini ia akan bekerja tanpa beban, karena ia tak bisa lagi bertarung pada Pilpres 2024.