Nah dengan keterbatasan itu makanya pria itu tidak boleh egois dan berpikir "bodo amat yang penting gue enak". Kalau pria itu menyadari bahwa dirinya tak memiliki kemampuan untuk melakukan dalam durasi yang cukup panjang, lakukanlah "foreplay" yang cukup, agar perempuan pasangannya tersebut mencapai ujung perbatasan puncak kenikmatan.
Jadi ketika penetrasi terjadi tak membutuhkan waktu yang lama agar mencapai puncak kenikmatan, dan akhirnya bisa sama-sama saling memuaskan. Foreplay-nya seperti apa? Silahkan cari literatur sendiri terkait hal itu, karena kalau saya tulis disini secara detil bisa-bisa tulisan ini diblokir oleh admin Kompasiana.
Selain itu, setiap pasangan mempunyai takaran kenyamanan yang berbeda-beda, bisa jadi yang nyaman bagi pasangan yang satu belum tentu nyaman bagi pasangan lain.
Kemudian setelah selesai melakukannya alangkah lebih baiknya kalau satu sama lain berkomunikasi untuk mengevaluasi apa yang terjadi saat intercourse itu terjadi,
Agar kita memahami apa yang diinginkan oleh pasangan kita masing-masing. Hal ini harus dilakukan terutama oleh pasangan-pasangan yang sudah mengarungi bahtera rumah tangga cukup lama.
Lantaran perasaan jenuh dan bosan itu tak terhindarkan sehebat dan sebesar apapun cinta kita terhadap pasangan, gairahnya tak akan menggebu seperti di awal pernikahan.Â
Dengan komunikasi dan evaluasi tersebut, bisa jadi kita menemukan cara untuk mengobarkan kembali gairah yang sepertinya sudah hilang secara perlahan tersebut.
Ingat, hubungan seks merupakan salah satu faktor utama dalam mempertahankan rumah tangga, jadi dengan menyalakan kembali gairah dapat mempererat kembali keharmonisan rumah tangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H