Sebaliknya jika perekonomian negara sedang berderap kencang pemerintah akan segera meredam belanja, atau menaikan pajak sehingga anggaran negara akan surplus.
Apakah kemudian karena surplus anggaran terjadi, pemerintah menjadi tak berutang? Bisa saja negara tetap berutang, tapi dengan tujuan untuk reprofiling.
Oleh karena itu tidak perlu juga kita terus menerus beradu lidah terkait masalah utang, dan bahkan berambisi untuk menghapus atau tak memiliki utang seolah utang adalah sebuah kebijakan aib.
Lagipula, rasio utang Pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun cenderung menurun, walaupun untuk tahun 2020 akibat pandemi rasionya akan naik, namun kondisi ini kan luar biasa tak setiap saat juga pandemi itu terjadi.
Komposisi utang pemerintah pun kini telah berubah drastis, pada masa orde baru utang pemerintah seluruhnya adalah utang luar negeri berupa bilateral dan multirateral (IGGI kemudian CGI).
Pasca reformasi, pemerintah mulai berutang dalam komposisi baru dalam bentuk Surat Berharga Negara atau Obligasi.
Pada tahun 2010 komposisi utang luar negeri Indonesia dalam bentuk surat berharga masih sekitar sepertiga dari seluruh jumlah utang luar negeri.
Komposisi utang seperti ini terus meningkat hingga pada tahun 2018 utang luar negeri berbentuk surat utang menjadi duapertiga dari keseluruhan jumlah utang luar negeri Indonesia.
Sedangkan yang berupa pinjaman langsung baik bilateral/lembaga maupun multilateral sebesar 16,1 persen dari keseluruhan utang Indonesua atau setara dengan Rp.834,04 triliun.
Dengan komposisi utang kepada kreditor luar negeri sebesar Rp. 824,9 triliun, sedangkan utang domestik atau dalam negeri sebesar Rp.9,92 triliun.