Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat-saat Akhir yang Tragis bagi Sang Proklamator, Bung Karno

7 Juni 2020   20:46 Diperbarui: 7 Juni 2020   20:49 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Co Rentmeester/LIFE

Bulan Juni adalah bulan yang erat kaitannya dengan Presiden pertama dan Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Ir Soekarno. 

Ia dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya. Pada bulan yang sama tanggal 21 Juni 1970 ia wafat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

Pada bulan Juni pula Lima sila dasar negara Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Pancasila gagasannya dituangkan dalam sebuah pidato yang Bung Karno uraikan dihadapan rapat pendiri bangsa dalam Badan Penyelidik Usaha  Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di Chuo Sangi In Pejambon Jakarta, tanggal 1 Juni 1945.

Kemudian setiap 1 Juni diperingati sebagai Hari kelahiran Pancasila, yang diperingati oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Tak ada yang mempertanyakan jasa besar Ir. Soekarno dalam memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia, namun agak menyedihkan nasib beliau diakhir hayatnya.

Pasca G 30S PKI dengan begitu banyak drama yang menyayat hati, akhirnya pada tanggal 12 Maret 1967 laporan Pertanggungjawabannya sebagai Presiden yang dikenal sebagai Nawaksara di tolak MPRS. Dan kemudian menunjuk Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.

Kehidupan Presiden Pertama Indonesia itu berbalik 180 derajat. Atas perintah Soeharto, Soekarno dan Keluarganya harus angkat kaki sebelum 17 Agustus 1967.

Ia keluar Istana Merdeka hanya mengenakan kaos oblong dengan celana piyama. Dengan membawa bendera merah putih, beberapa botol minuman ringan, kue-kue, dan obat-obatan.

Saat itu Soekarno keluar Istana dengan status sebagai tahanan Orde Baru ciptaan Soeharto. Ia dibawa untuk ditahan dirumahnya di Batu Tulis Bogor.

 Lalu pada tahun 1969 ia dipindahkan ke Wisma Yoso, rumah yang sempat ditempati oleh salah satu istrinya Ratna Sari Dewi Soekarno.

Kondisi kesehatan Soekarno saat itu sangat mengkhawatirkan, kedua ginjalnya sudah nyaris tak berfungsi, selain itu jantungnya pun mengalami gangguan dan darah tinggi. Lantas setelah dirinya ditahan ia pun diagnosis Reumatik dan katarak.

Ditengah situasi seperti itu, ia pun masih harus menjalani Interogasi dari Kopkamtib terkait keterlubatannya dalam G30SPKI.

Ironisnya Soekarno menghadapi itu nyaris sendirian. Ia dijaga ketat dan segala rupa urusan dengan dunia luar diputus sama sekali, bahkan dengan keluarganya sendiri.

Anak-anak dan istrinya pun jika ingin bertemu harus ada ijin khusus dari Soeharto, itupun  dalam waktu sangat terbatas.

Soekarno luluh lantak lunglai bagai tak bertulang ditinggal istri-istri dan anak-anaknya. 

Dewi Soekarno pertengahan 1966 didesak pergi oleh suaminya untuk segera pergi ke Jepang karena alasan keamanannya dan jabang bayi yang saat itu tengah dikandungnya.

Pada awal 1970 Soekarno menceraikan Dewi, begitu pun istrinya yang lain Yurike Sanger dan haryati. Fatmawati walaupun saat itu belum bercerai namun sudah putus hubungan dengan Suaminya sejak tahun 1953 sesaat setelah Soekarno menikahi Hartini.

Sejak saat itu ibu Fat hanya sekali lagi bertemu Soekarno pada tahun 1970 saat putra Sulungnya Guntur Soekarno putra menikah.

Hanya Hartini yang menemani Soekarno diakhir hayatnya. Soekarno benar-benar berhasil diasingkan oleh Soeharto, ia kesepian dan terkurung dalam dunia yang diciptakan rezim orde baru.

Menurut Mahar Mardjono, salah seorang Dokter yang merawat Bung Karno, 

" Sampai akhir hayatnya Bung Karno terkena depresi, setiap harinya hanya duduk-duduk sambil termenung. Malah kadang-kadang berbicara sendiri. Memorinya berubah dan kesehatannya terus merosot," ujar Dr Mahar Mardjono seperti yang dikutip dari  buku Gerakan 30 September, Pelaku, Pahlawan dan Petualang yang ditulis seorang jurnalis Koran Kompas Julius Pour.

Beberapa saat sebelum Soekarno wafat tanggal 26 Juni 1970, ketika dirawat di RSPAD Gatot Subroto, Ratna Sari Dewi Soekarno datang menjenguk dengan membawa putrinya yang saat itu berusia 3 tahun, Kartika Sari Dewi Soekarno, yang lebih akrab dipanggil Karina.

Ia lahir di Jepang, dan saat itulah kali pertama Soekarno bertemu dengan putrinya dari Ratna Sari Dewi. 

Sebuah akhir yang tragis bagi seorang pemimpin besar, sang proklamator nan flamboyan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun