Ditengah situasi seperti itu, ia pun masih harus menjalani Interogasi dari Kopkamtib terkait keterlubatannya dalam G30SPKI.
Ironisnya Soekarno menghadapi itu nyaris sendirian. Ia dijaga ketat dan segala rupa urusan dengan dunia luar diputus sama sekali, bahkan dengan keluarganya sendiri.
Anak-anak dan istrinya pun jika ingin bertemu harus ada ijin khusus dari Soeharto, itupun  dalam waktu sangat terbatas.
Soekarno luluh lantak lunglai bagai tak bertulang ditinggal istri-istri dan anak-anaknya.Â
Dewi Soekarno pertengahan 1966 didesak pergi oleh suaminya untuk segera pergi ke Jepang karena alasan keamanannya dan jabang bayi yang saat itu tengah dikandungnya.
Pada awal 1970 Soekarno menceraikan Dewi, begitu pun istrinya yang lain Yurike Sanger dan haryati. Fatmawati walaupun saat itu belum bercerai namun sudah putus hubungan dengan Suaminya sejak tahun 1953 sesaat setelah Soekarno menikahi Hartini.
Sejak saat itu ibu Fat hanya sekali lagi bertemu Soekarno pada tahun 1970 saat putra Sulungnya Guntur Soekarno putra menikah.
Hanya Hartini yang menemani Soekarno diakhir hayatnya. Soekarno benar-benar berhasil diasingkan oleh Soeharto, ia kesepian dan terkurung dalam dunia yang diciptakan rezim orde baru.
Menurut Mahar Mardjono, salah seorang Dokter yang merawat Bung Karno,Â
" Sampai akhir hayatnya Bung Karno terkena depresi, setiap harinya hanya duduk-duduk sambil termenung. Malah kadang-kadang berbicara sendiri. Memorinya berubah dan kesehatannya terus merosot," ujar Dr Mahar Mardjono seperti yang dikutip dari  buku Gerakan 30 September, Pelaku, Pahlawan dan Petualang yang ditulis seorang jurnalis Koran Kompas Julius Pour.
Beberapa saat sebelum Soekarno wafat tanggal 26 Juni 1970, ketika dirawat di RSPAD Gatot Subroto, Ratna Sari Dewi Soekarno datang menjenguk dengan membawa putrinya yang saat itu berusia 3 tahun, Kartika Sari Dewi Soekarno, yang lebih akrab dipanggil Karina.