Padahal nilai tiket milik calon penumpang itu cukup fantastis sebesar 24 miliar Bath atau senilai Rp.11 triliun.
Kondisi ini bisa terjadi karena pembeli tiket tersebut dianggap kreditor sehingga dilarang pengadilan untuk dibayar saat ini.
Namun demikian Pihak Thai Airways seperti dilansir oleh Bangkok Post dalam waktu 6 bulan tanpa potongan apa pun.
Sebetulnya kondisi berbagai perusahaan penerbangan lain pun tak jauh berbeda, dua perusahaan penerbangan milik Perancis, AirFrance dan Lufthansa milik Jerman pun kini tengah terancam gulung tikar efek dari penanganan pandemi Covid-19.
Lantas bagaimana dengan kondisi flag carrier milik Indonesia, Garuda Indonesia Airways saat ini, Akan kah menuju kebangkrutan seperti yang dialami oleh Thai Airways?
Ini mungkin masa-masa tersulit yang pernah dialami oleh seluruh maskapai penerbangan yang ada di dunia. Karena kegiatan utama mereka dalam menghasilkan reveneu, yakni mengangkut penumpang harus dihentikan sama sekali untuk mencegah meluasnya penularan Covid-19.
Demikian pula yang dialami Garuda Indonesia Airways, seperti dilansir CNNIndonesia.Com  tak kurang dari  181 pilot yang selama ini mengawaki maskapai penerbangan pelat merah ini telah diberhentikan per tanggal 1 Juni 2020.
Menurut Ketua Asosiasi Pilot Garuda, Capt Bintang Muzaini, PHK tersebut dilakukan secara mendadak yang ia anggap tak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Itu pun tengah malam pemberitahuan ya 23.39 WIB, yang mana dengan target terhitung tanggal 1 Juni diberhentikan," kata Bintang, Selasa (02/06/20).Â
Pihak manajemen Garuda menyebutkan bahwa itu bukan PHK namun mempercepat masa kontrak kerja, apapun itu namanya yang jelas para pilot itu kini sudsh tak bekerja lagi di Garuda.
Selain masalah personalia, masalah keuangan pun kini menghantam Garuda, Utang Sukuk Global Garuda dengan nilai penerbitan sebesar  US$ 496,8 juta atau setara dengan Rp 6 95 triliun  yang seharusnya sudah jatuh tempo tanggal 3 Juni 2020 kemarin kelihatannya tak akan mampu dibayar seutuhnya oleh Garuda.