Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memang Kenapa Kalau Refly Harun Dicopot dari Jabatan Komisaris?

21 April 2020   14:41 Diperbarui: 21 April 2020   22:42 1909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara Foto/WAHYU PUTRO. A

Jabatan itu amanah, begitu kata orang bijak. Namun kebanyakan manusia menjadikan jabatan itu sebagai sebagai sebuah capaian kesuksesan. Tak salah juga sih pikiran tersebut, karena rata-rata ukuran kesuksesan itu biasanya dilihat dari pencapaiannya.

Jabatan merupakan bagian dari sebuah pencapaian, seseorang normalnya akan memperoleh jabatan tertentu jika prestasi kerjanya mumpuni, sehingga syarat -syarat untuk.meraih jabatan itu terpenuhi.

Selain prestasi kerja terdapat hal lain yang biasa disebut sebagai rekam jejak. Jika rekam jejaknya tak terlalu moncer ada beberapa noda hitam biasanya akan sulit meraih jabatan, apalagi jabatan publik.

Namun ada juga jabatan yang datang dari loyalitas kita terhadap suatu organisasi, atau dalam situasi tertentu bisa juga merupakan hadiah bagi seseorang setelah mendukung salah satu pihak meraih kekuasaan tertentu.

Misalnya, ketika Pemilihan Umum baik itu pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah. Seseorang mendukung dengan seluruh sumberdayanya agar jagoannya itu terpilih sebagai Presiden atau Gubernur dan Walikota/Bupati.

Kemudian sebagai rasa terimakasih, sang Jagoan memberikan anugerah berupa jabatan tertentu dalam wilayah yang ia kuasai.

Hal itu lumrah terjadi dibelahan manapun di dunia ini tak hanya di Indonesia. Apakah kemudian jabatan yang diberikan tersebut sesuai dengan kompetensinya itu bisa diatur belakangan, yang penting tak terlalu jauhlah.

Jika cakupannya  seorang Presiden tentu saja jabatan itu bisa saja menjadi Menteri, mengepalai Institusi negara tertentu atau menjadi Komisaris di sebuah Perusahaan miliki negara.

Si penerima jabatan tentu saja harusnya menyadari atas dasar apa ia di anugerahi jabatan tersebut, apakah karena kompetensinya sehingga ia pantas menduduki posisi jabatan tersebut. 

Atau karema kedekatan dan balas jasa semata, karena pada dasarnya yang paling bisa mengetahui kompetensinya ya dirinya sendiri.

Berkaca pada hal tersebut, ketika seseorang ditunjuk memangku suatu jabatan tertentu diluar kompetensinya seharusnya dia sadar bahwa jabatan yang didudukinya itu merupakan bagian dari balas jasa karena ia telah mendukung dan memberikan pandangan positif sehingga seseorang tersebut terpilih menjadi Presiden misalnya.

Jika dalam perjalananannya  setelah ia menduduki jabatan tersebut dirinya mulai menyempal, lantas kedudukannya sebagai pejabat di copot ya sadar saja atas apa yang dilakukannya, itu konsekuensi logis yang harus dibayar.

Kondisi ini saya pikir yang terjadi pada Refly Harun yang jabatannya sebagai Komisaris Utama di sebuah perusahaan BUMN PT. Pelindo I, di copot.

Seperti diketahui Menteri BUMN Erick Thohir melakukan reshuffle terhadap jajaran Komisaris di PT Pelindo I, Eric kemudian mencopot Refly Harun sebagai Komisaris Utama Pelindo I dan 4 Komisaris lainnya.

Latar belakang pendidikan dan kompetensi Refly Harun adalah pakar Hukum Tata Negara.  Jadi dibanding kompetensi, ia bisa menduduki jabatan itu karena rasa terimakasih, karena selama ini mendukung proses pemilihan Jokowi menjadi Presiden Indonesia di periodenya yang pertama.

Ketika Refly terlihat mulai tak sejalan dengan pemerintah, ya wajar saja jika ia di copot. Dan hal itu sebenarnya sudah disadari pula oleh Refly.

"Saya paham sooner or later pasti diganti. Itu saya paham. Saya mengkritik pemerintah sejak 2017. Dari awal ketika diangkat oleh Bu Rini (eks Menteri BUMN) kan saya sudah bilang kalau saya tidak akan berubah. Jadi saya tetap ngomong apa adanya," ujar Refly, Senin (20/04/20) seperti yang dilansir CNNIndonesia.Com

Sebelum menduduki jabatan sebagai Komut Pelindo I, Refly pernah menduduki Komut di perusahaan pengelola jalan tol milik negara PT.Jasa Marga pada tahun 2015.

Tentu saja pihak pemerintah tak akan mengakui pencopotan jabatan tersebut karena alasan politis. Meskipun bisa saja ini benar, karena tour of duty dalam sebuah organisasi itu sebagai sebuah kewajaran dalam upaya restrukturisasi manajemen perusahaan.

Karena mungkin gaya kepemimpinannya dianggap tak akan mampu membawa perusahaan tersebut pada goals  yang  ditetapkan pemegang saham.

Isu yamg kini ramai diperbincangkan di masyarakat, kemudian ditanggapi Istana, ya tentu saja standar seperti yang saya tulis di atas.

"Keputusan itu tak ada sangkut pautnya dengan politik. Tak ada hubungannya dengan sikap pemerintah yang anti kritik. Pemerintah terbuka dengan setiap pendapat," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral, Selasa (21/4/20) Seperti yang dilansir Kompas.com.

Hal senada juga disampaikan oleh Kementerian BUMN sebagai pelaksana pemegang saham PT.Pelindo I. seperti disampaikan Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, yang memastikan bahwa pencopotan Refly tak ada unsur politis.

Walaupun menurut saya sih, jikapun ada unsur politis sah-sah saja, toh Refly Harun ketika ditunjuk untuk jabatan tersebut pun karena unsur politis. Dan itu merupakan hak prerogatif pemerintah sebagai pemegang saham perusahaan BUMN apapun tujuannya.

Walaupun sebagai sebuah perusahaan modern yang terikat Good Corporate Governance seharusnya tetap mengedepankan meritokrasi dalam memilih pejabatnya.

Jadi pencopotan dan penunjukan pejabat di BUMN seharusnya bisa terbebas dari unsur politis, walau itu susah sekali terjadi.

Pencopotan Refly juga sebenarnya tak harus jadi ribut juga, toh itu hal biasa saja. Bukankah jabatan itu sesuatu yang nisbi, bisa datang dan pergi begitu saja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun