Paling terdampak, ya kelas menengah ke bawah lah yang paling terkena. Karena di kelas inilah kegiatan ekonomi langsung atau tatap muka terjadi.
Tanpa lockdown saja perekonomian Indonesia sudah susah dan harus menghadapi melemahnya perekonomian global, yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap 1 persen pertumbuhan ekonomi nasional.
Intinya sih, jika lockdown diberlakukan di DKI Jakarta apalagi secara nasional konsekuensinya terhadap perekonomian nasional sangat besar.
Sebenarnya dibanding lockdown lebih baik pemerintah menyiapkan fasilitas kesehatan seperti test kit COVID 19 dan rumah sakit khusus  untuk menanggulangi kasus-kasus yang berat.
Walaupun tingkat kematian karena virus corona ini sangat kecil 3 hingga 5 persen saja dan hanya berdampak fatal pada kelompok rentan.
Namun jika mengacu pada kondisi di China, Â 15 persen dari terinfeksi butuh perawatan di rumah sakit. Artinya jika kemudian ada kasus positif COVID 19 sebanyak 1000 saja dibutuhkan paling tidak 150 kamar perawatan khusus isolasi.
Bagaimana jika jumlahnya berkali lipat, tentu jumlah kamar yang dibutuhkan lebih besar lagi. Dan ini sangat berat untuk dipenuhi oleh DKI Jakarta jika lockdown dilakukan.
Belum lagi masalah strategi tracking, yang hingga saat ini belum terkomunikasikan dengan baik. Masyarakat saat ini seperti buta terhadap riwayat perjalanan seseorang yang sudah terinfeksi.
Seharusnya detail akitivitas dan perjalanan seseorang positif terinfeksi COVID 19 itu bisa dipublikasikan secara informatif.
Selain itu, informasi terkait cluster daerah yang paling berbahaya terinfeksi harus diinformasikan atas dasar data yang valid, sehingga masyarakat bisa menghindari wilayah tersebut.
Dengan teknologi digital seperti saat ini, hanpir setiap penduduk Indonesia saat ini memiliki ponsel, kan pergerakan masyarakat mudah untuk di tracing, kemana saja dia pergi pada jam berapa.