Pembatalan kenaikan iuran BPJS oleh Mahkamah Agung  (MA), melalui putusannya mengabulkan gugatan uji materi Peraturan Presiden nomor 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Mengenai alasan dikabulkannya gugatan tersebut oleh MA bisa dilihat di sini. Â Sementara dasar pertimbangan putusan tersebut belum bisa diketahui karena salinan putusannya belum di publikasikan.
Namun yang jelas putusan ini sudah langsung berkekuatan hukum tetap alias in kracht karena berbeda dengan putusan MA dalam perkara pidana atau perdata yang masih bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK), untuk Hak Uji Materi, setiap keputusan yang dikeluarkan MA Â langsung berlaku dan mengikat.
Menurut Tim Advokasi Amicus dan Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, Johan Imanuel. Presiden selaku termohon wajib melaksanakan putusan tersebut.
"Melalui Putusan MA No.7P/HUM/2020 yang berasal dari Permohonan Hak Uji Materiil dimohonkan oleh Komunitas Peduli Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terhadap Kenaikan Iuran BPJS kesehatan patut diapresiasi. Oleh karenanya termohon dalam perkara aquo dapat segera melaksanakan Putusan MA RI tersebut," jelas Johan, Selasa (10/03/20). Seperti yang dilansir oleh hukumonline.com.
Putusan ini sudah jelas, dengan putusan ini maka kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2020, dibatalkan dan pembayaran BPJS Kembali ke besaran iuran sebelumnya.
Kelas I sebesar  Rp.81.000 per orang per bulan, kelas II Rp.51.000 per orang per bulan, dan kelas III Rp. 25.500 per orang per bulan.
Nah pertanyaannya kemudian bagaimana pembayaran iuran BPJS antara bulan Januari hingga Maret. Jika keputusan MA tersebut berlaku surut.
Maka peserta BPJS Kesehatan memiliki kelebihan dana dari pembayaran iuran  dari awal tahun hingga saat ini.
Jadi untuk bulan berikutnya, bisa memakai dana dari selisih pembayaran antara bulan Januari hingga maret.
Namun, hal ini belum tentu berlaku demikian, karena biasanya putusan MA terkait uji materi seperti ini tak berlaku surut.