Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ahok Kandidat Kuat CEO Badan Otorita Ibu Kota Baru?

5 Maret 2020   11:04 Diperbarui: 5 Maret 2020   11:30 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama Basuki Tjahaja Purnama kembali naik kepermukaan, setelah Presiden Republik Indonesia Jokowi mengumumkan 4 calon pemimpin sebuah lembaga negara berbentuk Badan untuk mengelola pemindahan Ibukota baru Indonesia, di Kawasan Timur Kalimantan.

Ahok demikian ia dipanggil, mungkin merupakan sosok yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. ia sudah dikenal luas sebagai pribadi yang terbuka, tegas, tanpa kompromi, jika menilik rekam jejaknya sampai hari ini masih bisa di kategorikan, jujur, dan memiliki integritas yang tak diragukan lagi.

Selain itu ia bisa bekerja tuntas, mampu mengawal pekerjaan dengan sangat detil, pokoknya, jika dilihat dari sisi profesionalitas tak perlu diragukan lagi.

Namun setiap ada kelebihan selalu menyisakan kekurangan, secara politis penunjukan Ahok sebagai Kepala Badan Otorita Ibukota Baru akan sedikit menimbulkan kegaduhan.

Seperti kita tahu setiap langkah Ahok selalu diiringi dengan pro dan kontra, ini imbas kasus yang melibatkan dirinya pada tahun 2016 tentang penistaan agama dan sisa-sisa pertarungan Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta.

Mereka yang berada dalam lingkaran "Islam Garis Keras" yang di motori oleh Alumni 212 yang di dalamnya berisi berbagai ormas ke-Islaman seperti Front Pembela Islam (FPI), Persatuan Umat Islam (PUI) dan eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) serta ada tambahan dari Partai yang dikenal sangat bertentangan dengan Ahok, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), selalu menjadi pihak yang kontra terhadap Ahok.

Tentunya kita masih ingat beberapa bulan lalu saat Menteri BUMN Kabinet Indonesia Maju Erick Thohir, menunjuk Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina, perusahaan BUMN yang mengelola urusan minyak.

Demo sempat bergulir, bahkan ada bagian serikat buruh di dalam grup Pertamina yang menentang penujukan Ahok sebagai Komut Pertamina, namun Erick tak bergeming.

Jika Jokowi jadi menunjuk Ahok sebagai Chief Executive Officer Badan Otorita Ibukota Baru, sudah dapat dipastikan protes dan demo berujung kegaduhan akan terjadi.

Agak mengherankan juga sebenarnya laku dan tingkah mereka itu, segala urusan disangkutkan dengan agama yang mereka yakini.

Nah, Itu dulu yang harus di sadari oleh Jokowi jika nantinya menunjuk Ahok sebagai Kepala Badan Otorita Ibukota Baru. Diluar Kapabilitas Ahok dengan pengalamannya sebagai Gubernur DKI, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah sekarang sebagai Komisaris Utama Pertamina, dengan latar belakang seperti itu tentu saja Ahok sangat pantas menduduki jabatan tersebut.

Selain Ahok terdapat 3 kandidat lain, yakni Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro, Bupati Banyuwangi Abdulah Azwar Anas, dan Direktur Utama perusahaan BUMN di Bidang Konstruksi, Wijaya Karya, Tumiyana.

Bambang Brodjonegoro sih mungkin sudah tidak asing lagi, ia seorang Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia yang lama malang melintang di dunia akademisi, sempat menjadi Dekan FEUI kemudian diangkat menjadi  Menteri Keuangan di awal periode pertama Presiden Jokowi, sebelum kemudian direshuffle digantikan oleh Sri Mulyani Indrawati.

Bambang kemudian dipindahkan memimpin Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas sampai periode pertama Jokowi berakhir.

Ia pula yang menyusun berbagai hal teknis terkait pemindahan Ibukota Baru yang berlokasi di wilayah Penajam Paser Utara tersebut. Dirinya lah arsitek awal pemindahan Ibukota Indonesia. Hal ini merupakan nilai plus bagi Bambang untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Badan Otorita Ibukota Baru.

Integritasnya tak diragukan, rekam jejaknya juga cemerlang walaupun tak seterkenal Ahok karena ia biasanya bekerja dalam senyap.

Sementara, Abdullah Azwar Anas merupakan salah seorang Kepala Daerah yang cukup familiar, pernah menjadi bakal Calon Gubernur Jawa Timur walau kemudian mengundurkan diri dengan alasan pribadi.

Ia merupakan sosok kepala daerah muda yang cerdas, membumi, dan sukses membawa Banyuwangi menjadi sebuah kota yang maju dan berkembang pesat.

Lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini sempat lama menjadi wartawan sebuah radio swasta, sebelum akhirnya terjun ke dunia politik menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa pada Pemilu tahun 2004.

Sosok terakhir Calon CEO Badan Otorita Ibukota Baru, adalah Tumiyana, ia merupakan Profesional sejati di bidang konstruksi, Lulusan Teknik Sipil Universitas Borobudur Jakarta, ini malang melintang di BUMN konstruksi, memulai karirnya di PT PP Tbk, hingga menjadi Direktur Keuangan sebelum kemudian diangkat sebagai Dirut PT PP selama 10 tahun mulai dari tahun 2008 hingga 2018.

Selepas dari PT PP, Tumiyana kemudian ditunjuk untuk memimpin BUMN kontruksi lain PT Wijaya Karya hingga saat ini.

Harus diingat, Badan Otorita ini merupakan lembaga multi fungsi dalam pembangunan ibukota baru.

Badan Otorita ini nantinya akan fokus mengawal hal teknis, seperti penyusunan struktur dan desain komponen kota, termasuk memastikan ketersediaan prasarana dasar.

Selain itu juga akan mengejar dan mencari investor untuk mendanai pembangunan Ibukota baru tersebut dengan memakai sistem Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Dan dalam jangka panjang ada rencana Badan Otorita ini akan menjadi pengelola aset-aset negara yang berada di ibukota lama, Jakarta.

Jika mengacu pada draft peraturan presiden badan otorita ibu kota negara akan jadi lembaga pemerintah non kementerian (LPNK). Namun posisinya setingkat Menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Secara struktur Organisasi Badan Otorita Ibukota Baru ini akan diketuai oleh seorang Kepala setingkat menteri, dengan wakil dan sekretaris  serta enam Kedeputian, yakni Deputi Perencanaan Strategis, Deputi Pembangunan Infrastruktur dan Kawasan, Deputi Sumber Daya Manusia, Deputi Kerjasama dan Pendanaan, Deputi Ekonomi dan Investasi serta Deputi Pertahanan, Tata Ruang, dan Lingkungan Hidup.

Dalam menjalankan tupoksinya Badan Otorita Ibukota baru ini harus berkoordinasi dengan Dewan Pengarah, yang terdiri dari 23 Kementerian, Panglima TNI, Gubernur Kalimantan Timur, Bupati Penajam Paser Utara, dan beberapa lembaga terkait lainnya.

Nah, artinya dengan lingkup kerja seperti ini sebenarnya yang paling pantas menjadi Kepala Badan Otorita Ibukota Baru, Bambang Brodjonegoro, secara teknis  dan manajerial cukup mumpuni untuk memimpin Badan baru ini.

Namun jika dikaitkan dengan berbagai intrik, dan membasmi berbagai anasir-anasir lancung yang biasanya menghiasi sebuah pembangunan kawasan baru ketegasan dan kepintaran Basuki Tjahaja Purnama sangat dibutuhkan.

Mungkin keduanya bisa saja digabungkan dalam satu paket, dengan kedudukan yang sejajar. Dan keputusannya diambil secara kolegial, seperti KPK misalnya.

Karena pada kenyataannya yang dibutuhkan bukan hanya kemampuan teknis semata, ataupun ketegasan semata, namun keduanya harus bisa bersama dalam membangun ibukota baru tanpa melahirkan masalah baru.

Namun siapa pun yang dipilih Jokowi tentu saja sudah melalui pertimbangan mengenai kapabilitas dan integritasnya.

Sumber: regional.kompas.com dan money.kompas.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun