Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika Amerika Serikat Bersiasat, Maka Indonesia Menjadi Negara Maju

28 Februari 2020   11:26 Diperbarui: 28 Februari 2020   11:33 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump memang terlihat sangat protektif. Kepentingan ekonomi nasional menjadi prioritas utama Trump dalam berbagai kebijakan luar negeri nya terutama sektor ekonomi.

Perang dagang dengan China merupakan salah satu manifestasi politik proteksi AS karena defisit transaksi mereka terhadap China sangat dalam. 

Mereka menyadari bahwa defisit neraca dagang mereka terhadap negar-negara lain cukup besar, berbagai upaya mereka lakukan untuk mengurangi defisit tersebut.

Menurut data dari The Balance, Defisit Amerika Serikat untuk barang dan jasa sepanjang tahun 2019 mencapai US$ 618 miliar. Nilai ekspor AS mencapai US$ 2,5 triliun sementara jumlah impor mencapai US$ 3,1 triliun.

Barang-barang hasil industri mendominasi nilai defisit neraca perdagangan AS dengan besaran US$ 816 miliar. Nilai ekspor AS untuk komoditas barang manufaktur ini mencapai US$ 1,65 triliun yang di dominasi oleh industri pesawat, mobi,dan makanan.

Sementara nilai impor barang-barang manufaktur nilainya mencapai US$ 2,51 triliun, berupa kendaraan roda empat, minyak, dan telepon seluler.

Ibtimes.com
Ibtimes.com
Salah satu langkah taktis yang dilakukan oleh Pemerintah Donald Trump dalam mengatasi persoalan defisit ini adalah dengan menaikan status 128 negara berkembang menjadi negara maju, termasuk Indonesia.

Keputusan yang dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (US Trade Representative/USTR). Merupakan salah satu siasat Amerika Serikat untuk membenahi defisit perdagangannya, termasuk dengan Indonesia.

Perang dagang dengan China rupanya tak cukup ampuh untuk menurunkan defisit perdagangan AS, walapun memang defisit neraca perdagangan AS sempat turun ke level terendah pada bulan Oktober 2019 lalu.

Namun musim Pemilihan Presiden 2020 rupanya mendorong Trump untuk terus menekan defisit perdagangan tersebut, sebagai bahan untuk kampanye-nya.

Lantas mengapa AS menaikan status Indonesia dan 127 negara lain menjadi negara maju? Padahal Indonesia menurut World Bank, World Trade Organization (WTO), dan Dana Moneter Internasional (IMF), Indonesia belum layak untuk dimasukan ke dalam kategori negara maju.

Dengan status baru sebagai negara maju versi AS ini, neraca perdagangan Indonesia dengan AS terancam terpukul. Karena Indonesia akan dikeluarkan dari negara yang mendapat perlakukan diferensial khusus (Special Differential Treatment/SDT) yang ada dalam perjanjian dagang WTO tentang Subsidi dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.

Dua fasilitas kemudahan yang didapat Indonesia dari AS saat Indonesia masih dalam kategori negara berkembang dalam konteks penyelidikan dumping.

De minimis Treshold (ambang batas minimal) atau biasa disebut marjin subsidi dan volume impor yang diabaikan (Negligible import Volumes) tak akan lagi didapatkan Indonesia.

Selain itu, dengan status barunya tersebut Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bea masuk murah ekspor ke AS. Akibatnya barang ekspor Indonesia harganya menjadi tak kompetitif lagi akibat bea yang dikenakan oleh Pemerintah AS.

Karena keistimewaan berupa Generilize System of Preferance (GSP) atau sistem Tarif Prefensial Umum tak akan lagi didapatkan, karena fasilitas itu khusus bagi negara dengan kategori ber-flower saja.

Padahal Pemerintah Indonesia pada awal Februari 2020 lalu sempat mendatangi USTR untuk tetap mendapatkan tarif khusus tersebut.

Kompas.com
Kompas.com
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) kondisi neraca perdagangan Indonesia dan AS 2019, Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 8,9 miliar.

Untuk mengurangi defisit perdagangan tersebut kemudian AS memasukan Indonesia ke dalam Kategori negara maju.

USTR menaikan status Indonesia menjadi negara maju dengan alasan Indonesia termasuk negara G-20, artinya ukuran perekonomiannya masuk dalam 20 besar dunia. Kemudian nilai ekspor Indonesia diatas 0,5 persen dari seluruh nilai ekspor dunia. Betul jika ukurannya seperti itu, Indonesia memang masuk G-20, dan saat ini nilai ekspor Indonesia ada dikisaran 0,9 persen dari seluruh nilai ekspor dunia.

Tapi jika mengacu pada parameter World Bank, Indonesia belum layak disebut sebagai negara maju. Pendapatan perkapita negara maju itu harus berada diatas US$ 12.000 per tahun. Sedangkan pendapatan per kapita Indonesia saat ini masih berada dikisaran US$ 4.000 per tahun.

Sektor Industrinya harus menyumbang 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto(PDB), Indonesia untuk tahun 2019 sumbangan sektor industri terhadap PDB hanya 20 persen.

Kemudian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nya harus berada di level 0,85, Indonesia saat ini baru mendekati, ada di level 0,7.

Kenaikan status Indonesia ini, menurut salah seorang Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Aviliani. berpotensi menekan ekspor Indonesia hingga 2,5 persen.

Potensi penurunan, dihitung berdasarkan hasil simulasi Global Trade Analysis Project (GTAP) dengan asumsi kenaikan 5 persen dari posisi tarif saat ini. Penurunan ekspor terbesar diproyeksikan akan menekan beberapa ekspor produk Indonesia. 

Untuk kelompok produk tekstil ekspor bisa minus 1,56 persen, alas kaki minus 2,2 persen, komoditas karet minus 1,1 persen, komoditas kepala sawit (CPO) minus 1,4 persen, produk mineral dan pertambangan minus 0,3 persen, dan komponen mesin listrik minus 1,2 persen.

Intinya status baru yang disematkan Pemerintah Trump kepada Indonesia ini berpotensi merugikan Indonesia terutama dalam sektor perdagangan. Dan itu merupakan siasat administrasi pemerintahan Trump agar kembali terpilih menjadi Presiden AS di periodenya yang kedua ini melalui defisit perdagangan yang berhasil mereka tekan ke titik terendah.

Apakah kemudian kita bisa mengajukan keberatan terkait status ini? Bisa dan dimungkinkan, kita bisa mengajukan keberatan atas status baru tersebut dalam sidang WTO berdasarkan argumen-argumen yang kuat dan pada dasarnya Indonesia memang masih jauh dari status negara maju.

Apakah efektif? belum tentu juga karena AS sangat kuat posisinya di WTO, namun jika dilakukan secara bersama-sama dengan negara-negara lain yang statusnya dinaikan secara sepihak oleh AS termasuk China di dalamnya, peluang keberatan itu diterima oleh WTO lebih besar.

Sumber: [1] [2] [3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun