Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kegenitan Berpikir Pejabat Publik, Membuat Publik Ambyar

22 Februari 2020   13:45 Diperbarui: 22 Februari 2020   17:14 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pejabat publik dari kelompok eksekutif maupun legislatif sepertinya lagi pamer kegenitan. Bagaimana tidak, beberapa kali publik dijadikan ambyar dengan caranya menafsirkan sebuah pikiran tentang sesuatu hal yang mereka yakini bisa membuat publik kepincut.

Mari kita mulai sasar dari seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Fraksi Partai Gerindra daerah Pemilihan Sumatera Barat, Andre Rosiade.

Ia merupakan anggota Komisi VI  DPR yang membidangi Industri, Investasi, dan Persaingan Usaha. 

Tiba-tiba dengan mengatasnamakan moral mengerling genit terhadap hal yang bukan merupakan tugasnya.

Bertindak bak Satpol PP melakukan penggerebegan terhadap seorang PSK Online, yang dilalahnya ia jebak sesuai dengan skenario yang ia susun.

Hasilnya, ia unggah lewat akun media sosial miliknya. Berharap dapat senyuman manis dari masyarakat, eh yang didapatkannya malah hujatan.

Tadinya mengerling genit untuk dapat simpati, siapa tahu ada kans untuk jadi kandidat Gubernur di Sumbar, malah langsung dinisbikan kansnya tersebut dan ia harus berhadapan dengan Mahkamah Partai Gerindra dan saat ini dalam proses pelaporan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Tak kalah genitnya adalah laku pejabat publik lain, kali ini eksekutif, yang isunya kini sedang ramai diperbincangkan.

Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. 

Muhadjir menyatakan kegenitannya dalam cara berpikir tentang mengatasi kemiskinan. Untuk memutus mata rantai kemiskinan lebih baik Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan fatwa tentang pernikahan .

Ia mengungkapkan pernikahan bisa menjadi pemutus mata rantai kemisikinan jika si kaya harus menikahi si miskin.

"Yang miskin wajib cari yang kaya, yang kaya cari yang miskin," katanya, beberapa waktu lalu. Seperti yang saya kutip dari Kompas.com.

Kemudian dirinya membeberkan bahwa  5 juta keluarga miskin yang ada di Indonesia tersebut linier dengan stunting yang terjadi dimasyarakat.

Sontak saja ucapan genit sang Menko ini disambar oleh berbagai hujatan, walaupun kemudian Muhadjir menyatakan bahwa kalimatnya tersebut hanya merupakan Intermezzo belaka.

"Itu kan intermezo, selingan dari ceramah saya. Tak ada rencana (buat aturan), saya," kata Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020). Seperti yang dilansir Kompas.cm.

Sebagai pejabat publik, seharusnya ia berhati-hati dalam berujar karena akan dikutip dan bila dalam tahap sangat genit akan dibahas tanpa berpikir bahwa hal itu becandaan.

Tak sadarkah para pejabat itu saat ini sekat antara pejabat publik dan publiknya tersebut nyaris tak ada.

Media sosial akan menjadi katalisator dab penyebar yang efektif bagi ucapan-ucapan genit para pejabat publik

Tak berhenti disitu rupanya, kali ini kembali datang dari anggota Parlemen. Tak seperti kedua hal diatas yang lebih bersifat pribadi.

Kali ini bersifat kelembagaan yang kegenitan cara mereka berpolitik dan berpikir akan diaplikasikan ke dalam sebuah undang-undang.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga begitulah RUU itu dinamakan yang merupakan manifestasi pikiran  dari 5 orang inisiator.

CNNIndonesia.Com
CNNIndonesia.Com
Para inisiator ini dimotori oleh 2 orang anggota Fraksi Partai PKS. Meskipun demikian mereka memiliki alasan yang bebeda-beda.

Mulai dari tingginya tingkat perceraian yang disebabkan oleh masalah perselingkuhan dan ekonomi.

Kemudian, kekerasan seksual dan penggunaan nakoba dalam keluarga hingga Incest atau hubungan seks sedarah yang kian marak terjadi.

Sebagai anggota dewan seharusnya tak mencoba berpikir simpel dengan menyempitkan fungsi suami-istri dalam sebuah bangunan rumah tangga.

Mereka terlihat menyamaratakan nilai-nilai dalam sebuah keluarga, mendomestifikasi perempuan dan mengabaikan berbagai fakta  bahwa rumah tangga itu dinamis, dimana fungsi antar pelakunya bisa berubah-rubah sesuai dengan situasi dan kondisinya.

Misalnya, tekanan ekonomi yang tinggi membuat sang istri harus bekerja. Dan suami tentu saja akan sangat terbantu kala istri membantu mencari nafkah.

Dalam RUU tersebut disebutkan dalam Pasal 25 draft RUU Ketahanan Keluarga. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Istri disebutkan sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dalam menjaga keutuhan keluarga. Terus suami bagaimana?

Selain itu, istri juga wajib memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jika memang ini concern mereka, kan bisa membuat aturan yang memudahkan pasangan suami istri bekerja sambil mengurusi keluarganya.

Misalnya dengan mengatur kebijakan bekerja dari rumah atau jika belum bisa, menyiapkan day care fasility di lokasi kerjanya.

Kebijakan lain yang mungkin bisa di dorong  masalah cuti yang diberikan  kepada sang ayah saat istrinya melahirkan, agar bisa-bisa sama mengurus sang anak.

Selain itu, bisa juga mereka mendorong kebijakan peningkatan transportasi umum, agar kemacetan tak terjadi sehingga waktu dijalan yang tersita bisa dipakai bersama keluarga.

Kemudian coba juga mengajak suami mengerjakan pekerjaan domestik, tak hanya menjadi tanggungjawab istri.

Untuk urusan kekerasan seksual dan Incest, dorong kebijakan untuk memperbanyak sex education dan parenting di era digital.

Pastikan juga ada edukasi pra pernikahan saat sebelum menikah, pokoknya bekali para orangtua dengan ilmu yang cukup dan benar untuk mendampingi tumbuh kembang anak.

Tapi memang semua itu berarti jalan sunyi, namanya tak akan menguar dan relatif lebih sulit dilakukan. 

Berbeda dengan RUU Ketahanan Keluarga yang bersifat langsung, walaupun sangat mengintervensi kehidupan pribadi publik.

Apakah ini merupakan bentuk kegenitan berpikir para politisi sembari menyisipkan ideologi keagamaan yang para inisiator yakini?

Deretan kegenitan berpikir yang dilakukan para pejabat publik ini, membuat gaduh dan masyarakat menjadi ambyar.

Sumber.

https://nasional.kompas.com/read/2020/02/20/13570561/soal-fatwa-pernikahan-orang-miskin-dan-kaya-ini-penjelasan-menko-pmk?page=1

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200222052827-32-477018/ruu-ketahanan-keluarga-diskriminatif-mereduksi-peran-wanita

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun