Menyelisik masalah Jiwasraya ini seperti sedang menonton sebuah Television series. Berjalan lambat di awal cerita, Â melalui konflik-konflik yang terjadi, kotak pandora permasalahan mulai terkuak satu persatu.
Runut beberapa saat, namun kemudian mulai di tarik menjadi flash back, yang termyata awal kisruh di PT. Asuransi Jiwasraya ini sudah terjadi sejak lama sekali.
Otoritas Jasa Keuangan(OJK) menenggarai bahwa Jiwasraya sudah mulai sakit sejak 16 tahun silam. Sejak tahun 2004 OJK sudah mencium ada yang kurang beres di Jiwasraya.
Saat itu Jiwasraya melaporkan posisi cadangan yang mereka miliki lebih kecil dari standar solvabilitas  yang sudah ditetapkan pemerintah. Insolvency sudah mencapai Rp. 2,769 triliun.
Untuk diketahui sejak tahun 1998, otoritas yang berwenang mengawasi dan mengatur lembaga keuangan saat itu,  Bank Indonesia, mewajibkan seluruh perusahaan asuransi  mematuhi aturan Risk Base Capital (RBC) atau Rasio Solvabilitas.
Selanjutnya, pada tahun 2006. 2 tahun setelah masalah insolvency. Kondisi keuangan Jiwasraya terus memburuk, ekuitas Perseroan dalam posisi negatif Rp. 3,29. Aset yang mereka miliki jauh lebih kecil dibanding kewajiban yang harus dipenuhi.
Mulai dari sini alur cerita nya terus maju, konflik-konflik terus terjadi antara tahun 2006 hingga akhir nya meledak di episode akhir season sebelumnya.
Cerita tentang itu sudah banyak dibahas oleh berbagai pihak dengan berbagai sudut pandang. Mulai dari drama personal nasabah-nasabah yang terancam tak mendapatkan uangnya kembali hingga urusan politik dan hukumnya.
Pada intinya jika menilik angka-angka, Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp.32 triliun untuk memenuhi standar RBC. Kebutuhan pembayaran polis yang jatuh tempo Rp.12,4 triliun untuk nasabah JS Saving Plan.
Potensi kerugian negara akibat laku investasi serampangan menurut Kejaksaan Agung mencapai Rp.13,7 triliun.
Nah , di episode awal season terakhir ini mulai terlihat bahwa penyelesaian kasus Jiwasraya ini akan di giring ke ranah hukum dan penyelesaian masalah struktur perusahaan termasuk didalamnya masalah penyehatan kembali Jiwasraya sekaligus pembayaran dana milik nasabah.
Untuk kasus hukumnya Kejaksaan Agung akan menjadi leadernya dengan dibantu oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan OJK.
Sementara untuk urusan kesehatan keuangan Jiwasraya leadernya ialah Kementerian BUMN di bantu Kementerian Keuangan dan  OJK.
Kejaksaan Agung, telah meyakini telah terjadi perbuatan melanggar hukum yang berpotensi merugikan negara  Rp.13,7 triliun. Untuk lebih meyakinkan jumlah kerugian negara, BPK saat ini masih dalam tahap audit forensik , diperkirakan akan bisa selesai bulan ini.
Dari hasil penyelidikan Kejagung, telah ditetapkan 5 orang sebagai tersangka. Hendrisman Rahim mantan Direktur Utama Jiwasraya, Heru Prasetyo Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.
Ke-5 orang ini berdasarkan penyelidikan awal Kejagung telah disangkakan secara bersama-sama merugikan keuangan negara.
Terkait hal ini Kejagung telah menyita 5 mobil mewah dan 2 motor Harley Davidson milik tersangka Heru Prasetyo. Dan hari ini Jumat (17/01/20) kembali menyita 2 mobil milik tersangka lain Syahmirwan.
Sementara  6 orang lain sudah dimasukan ke dalam daftar cekal yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi, dan akan dipanggil sebagai saksi yaitu:
Djonny Wiguna Mantan Komisaris Jiwaseaya,Asmawi Syam Mantan Direktur Utama Jiwasraya, Muhammad Zamkhani Mantan Direktur Jiwasraya,  De Young Adrian Mantan Direktur Pemasaran Jiwasraya, Getta Leonardo Arisanto Agen  Pemasaran Bancaassurance Jiwasraya, dan  Eldin Rizal Nasution Kepala Bancaassurance Jiwasraya.
Masalah terbesar Jiwasraya ini sebetulnya adalah kesalahan investasi, yang sekarang sedang di dalami  ada sekitar 55.000 transaksi yang harus di assesmen.Â
Kemudian untuk mengetahui modus dan niat para tersangka yang mengakibatkan kesalahan investasi tersebut.
Nah, untuk urusan tata kelola dan penyehatan Jiwasraya Kementerian BUMN yang dibantu oleh Kemenkeu dan OJK, Menurut staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga akan fokus menyelesaikan masalah Jiwasraya ini pada 4 hal.
Pertama, restrukturisasi hutang-hutang Jiwasraya khususnya bagi nasabah-nasabah JS Saving Plan
"Langkah -langkah pertama itu adalah langkah restrukturisasi utang-utang dari Jiwasraya khususnya untuk yang saving plan, itu diharapkan (selesai) pasa kuartal 1 tahun 2020," ungkap Arya Rabu (15/01/20) kemarin, seperti yang saya kutip dari Kompas.com.
Kedua, Pendirian holding asuransi saat ini Kementerian BUMN sedang menunggu aturan terkait pendirian perusahaan holding asuransi tersebut.
Kedepan akan ada anggaran dividen dari perusahaan-perusahaan asuransi, yang akan dipergunakan untuk membayar nasabah-nasabah Jiwasraya. Bentuknya bisa saja berupa pinjaman atau bentuk lain.
Ketiga, Akan kerja sama dengan berbagai perusahaan BUMN lain untuk membentuk anak usaha di Jiwasraya, yakni Jiwasraya Putra yang kemudian akan dijual kepada investor yang berminat.
Saat ini, perusahaan Jiwasraya Putra sudah terbentuk dan sedang melalukan due dilligence terhadap investor yang beminat.
Keempat, adalah menjual portofolio saham yang dimiliki Jiwasraya. Dengan melihat apakah ada saham-saham yang masih bisa dijual dengan harga yang baik.
Keempat solusi ini merupakan solusi jangka pendek, hal inj sejalan dengan solusi yang diberikan oleh OJK.
Untuk solusi  jangka panjang, sekarang masih dalam penggodokan para stakeholder Asuransi Jiwasraya. Mulai dari Kementerian BUMN, OJK, Bank Indonesia, dan Kementerian Keuangan.
Semoga ini menjadi awal dari akhir sebuah penyelesaian yang baik bagi semua pihak, terutama bagi nasabah dan industri asuransi di Indonesia.
Apakah akhir ceritanya akan berakhir  happy ending, win win solution bagi semua pihak. Atau berakhir duka,yang jelas tak bisa dibiarkan menggantung.
Sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H