Atas dasar itu kemudian Dewas menonaktifkan Helmy Yahya  Desember 2019 lalu, yang kemudian mendapat perlawanan dari Helmy.
Walaupun Surat Keputusan tentang penonaktifan  sudah di keluarkan, namun  Helmy kemudian melakukan perlawanan dan tetap menyatakan dirinya sebagai Direktur Utama TVRI.
"Surat Keputusan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2019 Tanggal 4 Desember 2019 tentang penetapan non-aktif sementara dan pelaksana tugas harian direktur utama LPP TVRI periode tahun 2017-2022 adalah cacat hukum dan tidak mendasar," kata dia dalam surat tanggapannya seperti yang  dilansir  katadata.co.id, Kamis (5/12/19) lalu.
Kisruh pun terjadi, ini entah kali ke berapa Manajemen operasional TVRI bersitegang dengan Dewas. Karena sebelum Helmy masuk pun tak sekali dua kali pecat memecat terjadi diantara para pejabat TVRI.
Dewan Pengawas sepertinya terlalu mengintervensi kerja-kerja kreatif ditataran operasional.
Sempat di tengahi oleh Menteri Komunikasi dan Informati (Menkominfo) Johnny G Plate. Kepurtusannya tak ada keputusan hanya menunggu diselesaikan secara intenal dengan batas waktu selama  2 bulan  untuk Dewan Direksi menjawab segala tuduhan yang menjadi dasar penonaktifan Helmy oleh Dewas.
"Kalau dirasa poin-poin jawaban dari direksi dapat diterima, dengan begitu Dewab Pengawas bisa membatalkan pemberhentian. Namun apabila 2 bulan tidak ada respons berarti pemberhentian tersebut batal," jelas Johnny  6 Desember 2019 lalu, seperti yang saya kutip dari Tribunnews.com
2 bulan belum genap, kembali surat pemecatan terhadap Helmy Yahya Direktur Utama TVRI periode 2017-2022 dikeluarkan oleh Dewan Pengawas, hari Kamis, 16 Januari 2020 kemarin.
Surat Pemberhentian yang diteken oleh Ketua Dewas Thamrin Dahlan melalui Surat Dewan Pengawas TVRI Nomor  8/Dewas/TVRI/2020
Dalam surat tersebut ditulis ada lima poin yang melatarbelakangi pemberhentian Helmy sebagai Dirut TVRI.
Pertama, Helmy dianggap tidak memberikan penjelasan soal pembelian program siaran berbiaya tinggi seperti Liga Inggris.