Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

UU KPK Hasil Revisi Berlaku, Birokrasi Penyelidikan Terbukti Memanjang

13 Januari 2020   07:54 Diperbarui: 14 Januari 2020   18:21 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harian Kompas terbitan Minggu 12 Januari 2020, Headline beritanya menuliskan " Penggeledahan Dilakukan Minggu Depan".

Ya itu berita tentang kasus korupsi yang kini sedang di hadapi oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan  dan beberapa orang lainnya termasuk beberapa kader Partai Penguasa, PDI-P.

Dalam berita itu dituliskan bahwa pihak penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengantungi izin untuk melakukan penggeladahan di beberpa tempat terkait kasus suap  penetapan Anggota DPRI dengan mekanisme pergantian antar waktu (PAW), dari Dewan Pengawas KPK yang akan dilakukan minggu depan.

Seperti diketahui bersama,  Undang-Undang nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK yang mulai di berlakukan tanggal 17 Oktober 2019 lalu. 

Beberapa item penyelidikan awal harus melalui izin Dewan Pengawas. Merujuk pada hal ini maka kegiatan pro justisia untuk mengungkap kasus suap yang mellibatkan Wahyu, Agustiana dan dua kader PDIP Harno dan Saeful serta Harun Masiku Caleg PDIP yang kini masih buron , harus mulai memakai UU KPK yang baru tersebut.

Kecepatan dan ketepatan penyelidikan menjadi melambat, karena penggeledahan merupakan salah satu item yang harus mendapat izin Dewan Pengawas.

Penggeledahan Kantor KPU dan Kantor PDIP tak bisa dilakukan segera karena ada jeda waktu tertentu untuk mendapat izin penggeledahan dari Dewas.

Penggeledahan dalam rangka penyelidikan sebuah kasus menjadi seperti acara undangan yang terjadwal. Pihak-pihak terselidik tentu saja memiliki potensi yang sangat besar untuk menghilangkan berbagai barang bukti.

Kondisi ini seperti mengkonfirmasi kekhawatiran berbagai elemen masyarakat sipil bahwa UU KPK yang baru berpotensi melemahkan fungsi penindakan KPK dalam memberantas rasuah.

Birokrasi penyelidikan menjadi lebih panjang kecepatan bergerak dalam melakukan penyelidikan dan pengembangan kasus menjadi melambat.

Karena walaupun Dewas memberi keyakinan bahwa mereka akan memberikan izin dengan segera, tetap saja ada urusan administrasi yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum izin itu di tandatangani Dewas.

Dan itu terbukti dari kasus Wahyu Cs ini, penggeledahan baru bisa dilakukan seminggu setelah kejadian Operasi Tangkap Tangan dilakukan.

Menurut Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, kondisi ini memang sudah mereka perkirakan akibat UU KPK direvisi.

"Faktanya terbukti lambat dalam melakukan penggeledahan di kantor PDIP. Ini disebabkan adanya Pasal 37 B ayat (1) UU KPK baru yang menyebutkan bahwa tindakan penggeledahan mesti atas seizin Dewan Pengawas. Padahal dalam UU KPK lama (UU No 30 Tahun 2002) untuk melakukan penggeledahan yang sifatnya mendesak tidak dibutuhkan izin terlebih dahulu dari pihak manapun," tutur Kurnia Minggu (12/01/20) kemarin, seperti yang saya kutip dari detik.com.

Seperti diketahui bersama Wahyu di OTT KPK pada hari Rabu(08/01/20), ditetapkan sebagai tersangka ke esokan harinya Kamis (09/01/20). Antara waktu itu beberapa penyelidik KPK coba menggeladah tempat yang diduga menjadi sumber informasi bagi pengembangan kasus.

Seperti ruangan Wahyu Setiawan di KPU dan kantor Kesekjenan PDIP, namun kedua nya tak bisa dilakukan ya mungkin karena izin untuk melakukan penggeladahan belum ada.

Walaupun menurut Lili Pantauli Siregar salah satu Komisioner KPK  dalam Konpres penetapan tersangka  Wahyu cs Kamis (09/01/20)  lalu, petugasnya  sudah dilengkapi surat-surat yang diperlukan untuk melakukan penggeledahan.

Namun sepertinya izin dewas terkait hal itu belum ada sehingga pihak PDIP bisa menolak penggeledahan ruang Sekjen,  dan dijadwalkan pekan ini.

Karena menurut Syamsudin Haris, salah seorang anggota Dewan Pengawas KPK, permintaan izin dari penyelidik baru datang hari Jumat (10/0120) malam yang lalu.

"Malam itu juga Dewas langsung memberi izin geledah dan sita kasus Komisioner KPU, kami sudah tunggu izin itu datang sejak hari Kamis dan Jumat pagi," ujar Syamsudin Sabtu (11/01/20) akhir pekan lalu seperti yang saya kutip dari Harian Kompas Edisi Minggu 12 Januari 2020.

Jika izin penggeledahab tak menjadi keharusan mungkin penyelidikan bisa dilakukan lebih cepat, dan potensi pelaku korupsi  untuk menghilangkan barang bukti jadi minimal.

Yah kalau sudah terjadwal dan diketahui sejak jauh-jauh hari efektifitas penggeledahan dan penyitaan barang bukti menjadi dipertanyakan.

Walaupun beberapa tempat yang akan di geledah telah di segel KPK, tapi kan enggak ada jaminan ruangan yang disegel itu tak dimasuki orang.

Ya kita lihatlah, kalaupun emang menjadi tak efektif ya gimana lagi itulah aturannya.

Sumber.

Harian Kompas Edisi Minggu 12 Januari 2020

https://m.detik.com/news/berita/d-4856238/icw-uu-kpk-baru-memperlambat-kerja-kpk-jokowi-jangan-buang-badan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun