Perekonomian dunia saat itu dalam kondisi tak terlalu memggembirakan. Tahun 2019 yang baru kita lalui pertumbuhan ekonomi dunia menurut International Monetary Fund (IMF) hanya ada di kisaran 3 persen saja.
Artinya rata-rata pertumbuhan negara-negara di dunia ya hanya sekitar 3 persen itu. China yang selama ini menjadi lokomotif pertumbuhan global pun melambat dari 6,6 persen pada tahun 2018, tahun 2019 hanya tumbuh 6,1 persen.
Indonesia cukup moderat lah pertumbuhannya 5,1 persen sesuai perkiraan banyak pihak, namun tetap itu harus disyukuri karena masih diatas rata-rata global.
Kenapa Indonesia masih bisa tumbuh cukup bagus dibanding negara lain, karena menurut data Bank Dunia kontribusi eksport barang dan jasa Indonesia untuk tahun 2019 ini hanya 21 persen.
Hal ini bisa memang bisa menjadi berkah sekaligus bisa menjadi bumerang juga bagi ekonomi Indonesia. Jika pemerintah tak mampu menjaga daya beli masyarakat, ekonomi Indonesia bisa ambruk.
Bagaimana menjaga daya beli masyarakat? Selain mengeluarkan kebijakan fiskal  yang bisa mendukung spending pemerintah. Inflasi juga harus tetap terjaga rendah.Â
Menjaga inflasi itu lah yang dilakukan dengan sangat baik oleh tim ekonomi pemerintah Jokowi.
Menurut data yang dirilis  Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat inflasi yang terjadi pada bulan Desember 2019 ada di angka 0,34 persen.
Dengan tingkat inflasi sebesar 0,34 tersebut, maka inflasi yang terjadi sepanjang tahun 2019 hanya 2,72 persen.
Seperti diketahui inflasi yang rendah dan stabil serta berkesinambungan merupakan prasyarat agar pertunbuhan ekonomi suatu negara bisa tetap terjaga.
Inflasi yang tinggi dan tak stabil akan berdampak buruk bagi kesejahteraan dan sosial ekonomi masyarakat.
Makanya penting sekali bagi pemerintah mampu mengendalikan inflasi agar tetap rendah dan stabil.Â
Karena, pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat menjadi menurun. Sehingga mengakibatkan seluruh masyarakat terutama yang miskin akan bertambah miskin.
Kedua, Â inflasi yang tak stabil akan memicu ketidakpastian buat para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pola konsumsi dan investasi masyarakat menjadi acak, tak terprediksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Nah, jika kita amati sepanjang pemerintahan Jokowi inflasi yang terjadi relatif rendah dan stabil, antara 3,5 hingga 2,7 persen.
Apresiasi harus kita berikan pada Jokowi dan tim ekonominya serta Bank Indonesia yang mampu menjaga inflasi tetap rendah dan stabil.
Sumber.