Tanggal 9 Desember oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ditetapkan sebagai International Anti-Corruption Day atau Hari Anti Korupsi Dunia.
Peringatan hari anti Korupsi dunia ini berawal dari disetujuinya sebuah  konvensi anti Korupsi oleh PBB yang saat itu dilaksanakan di Meksiko, ditandai dengan keluarnya Resolusi 58/4 pada tanggal 31 Oktober 2003 yang kemudian menetapkan setiap tanggal 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Dunia.
Konvensi ini dimaksudkan untuk memerangi tindak korupsi yang sudah merajalela dihampir seluruh belahan dunia.
Di nukil dari situs PBB, setiap tahun ada uang sebesar US$ 1 triliun dolar dipakai untuk gratifikasi. Â Sekitar US$ 2,6 triliun dolar di rampok setiap tahun oleh laku korupsi di seluruh dunia.
Jumlah itu setara dengan lebih dari 5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global. Â Jumlah yang sangat besar luar biasa. Bahkan konon katanya di negara berkembang uang yang hilang akibat korupsi jumlahnya 10 kali lebih besar dari jumlah bantuan pembangunan resmi.
Nah, bagaimana dengan Indonesia ? Menurut salah satu Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, Saut Situmorang untuk 2019 potensi uang yang dikorupsi pada tahun 2019 ini sekitar Rp. 200 triliun.
Dihitung berdasarkan melihat maraknya korupsi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang pada tahun 2019 jumlah APBN Indonesia mencapai Rp.2.165 triliun.
Jika proporsi uang yang dikorupsi adalah 10 persen maka ketemulah angka Rp 200 triliun dalam satu tahun.
Menurut Ketua Dewan Komisioner KPK, Agus Rahardjo saat peringatan Hari Anti Korupsi Dunia Senin 9 Desember 2019 di Gedung Merah Putih yang saya hadiri, sepanjang 4 tahun  dirinya dengan komisioner yang lain memimpin KPK, telah berhasil menyelematkan uang negara sebesar  Rp. 63,9 triliun.
Sebagai tambahan informasi , dalam beberapa hari ke depan Agus Rahardjo, Laode M Syarif, Bassaria Panjaitan, Saut Situmorang dan Alexander Marwata akan segera mengakhiri masa baktinya sebagai Komisioner KPK.
Tanggal 20 Desember 2019 nanti pimpinan KPK akan berganti dengan yang baru, dipimpin oleh Jenderal Polisi bintang 3, Firly Bahuri. Yang sempat jadi polemik karena dianggap memiliki masalah.
Namun demikian, marilah kita beri kesempatan pada komisoner KPK yang segera akan memimpin Lembaga anti rasuah  ini.
Karena sejatinya KPK tak akan bisa berbuat banyak apabila tanpa dukungan seluruh rakyat Indonesia dan komitmen yang kuat dari pemimpin Negara ini, Presiden Jokowi dalam memberantas korupsi.
Dorongan banyak pihak  terhadap dirinya sebagai Presiden, untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK, tak membuat Jokowi bergeming.Â
Hal ini semakin meyakinkan banyak pihak bahwa komitmen Jokowi dalam menyikat korupsi, seperti setengah hati.
Walaupun dalam banyak kesempatan Jokowi menyatakan tak usah mempertanyakan komitmen dirinya dalam memberantas korupsi.
Baiklah, mari kita tunggu 2 momen ujian yang akan memperlihatkan dan membuktikan komitmen Presiden Jokowi dalam memberantas korupsi.
Pertama, pengangkatan Dewan Pengawas KPK, apabila yang dia tunjuk sebagai Dewas adalah individu yang memiliki integritas tinggi dan memiliki track record yang mumpuni serta market friendly. Jokowi akan dianggap 3/4 hati mendukung pemberantasan korupsi.
Kedua, jika Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review UU KPK yang baru, kemudian Jokowi menerbitkan Perppu, maka Jokowi akan dianggap sepenuh hati dalam mendukung pemberantasan korupsi.
Jika yang terjadi sebaliknya? Silahkan nilai sendiri Komitmen Jokowi dalam memberantas rasuah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H