Rapat dengar pendapat antara Menteri Keuamgan, Sri Mulyani Indrawati dengan mitranya, Komisi XI DPR-RI, menguak kenyataan bahwa suntikan dana berupa Penempatan Modal Negara kepada 7 Perusahaan BUMN ternyata tak mampu menyembuhkan sakit menahun yang dialami mereka.
Penyakit menahun itu ya rugi, namanya. Rugi secara sederhana akan terjadi selama pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Adapun faktor yang mempengaruhi kondisi ini ya sangat banyak, apalagi bagi perusahaan-perusahaan BUMN biasanya permasalahannya sangat kompleks.
Tapi masalah klasik sih sebenarnya, inefesiensi dan ketidak konsistenan pemerintah dalam memposisikan BUMN. Terkadang BUMN itu dibebani fungsi sosial yang sangat besar jauh melebihi fungsi komersialnya.
Contoh nyata dari hal ini Perum Bulog, betul mereka diberi konsesi untuk melakukan impor beras, kemudian mengelola 16 kebutuhan bahan pokok mulai dari beras hingga cabe.Â
Namun disisi lain mereka pun harus siap menjalankan fungsinya sebagai penyangga sistem pangan di Indonesia. Bulog ditugaskan untuk menyerap gabah para petani jika harganya anjlok.
Bulog pun harus menjaga harga di sisi konsumen dengan cara menyediakan stok beras yang cukup di gudangnya. Caranya ya dengan mengimpor beras.
Jadi repot sekali situasi yang dialami Bulog ini, menjaga harga di kedua sisi tapi pada saat yang bersamaan mereka pun sebagai sebuah perusahaan BUMN harus mencetak keuntungan.
Model bisnis seperti institusi nirlaba, tapi dibebani kewajiban untuk mencetak untung. Saya rasa pemerintah menyadari hal itu sebenarnya, tapi tetap saja memaksakan model bisnis ini terus berjalan.
Kalau mau untung ya rubah model bisnisnya menjadi full komersial, atau kembalikan fungsinya menjadi lembaga pemerintah dengan tugas mengelola dan mengatur stabilisasi harga pangan.
Coba kita bandingkan dengan BUMN sektor keuangan, mereka beroperasi benar-benar secara komersial. Setiap keputusan yang diambil berdasarkan keputusan bisnis murni, makanya keuntungannya sangat besar.
Bank Mandiri menurut laporan keuangan kuartal III 2019 yang mereka publikasikan  keuntungannya mencapai Rp.20,3 triliun tumbuh 11,9 persen dibanding periode yang sama tahun 2018 lalu.