Badan Urusan Logistik atau Bulog dikenal masyarakat luas sebagai sebuah institusi yang mengelelola stock kebutuhan pokok rakyat Indonesia.
Bulog yang kita kenal saat ini  dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2003 statusnya merupakan Perusahaan Umum (Perum) dalam Lingkup Badan Usaha milik Negara (BUMN).
Sebelumnya status Bulog beberapa kali berubah-ubah. Di awal pendiriannya di masa awal Orde Baru tahun 1967, berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet No.114/U/Kep/5/1967, Â Bulog merupakan sebuah lembaga yang dibentuk Pemerintah saat itu untuk mengamanan penyediaan pangan dalam rangka menegakan eksistensi pemerintah baru.
Di masa Soeharto beberapa kali fungsi dan wewenang serta struktur Bulog berubah-rubah. Namun yang jelas peran Bulog di  Pemerintaan saat itu sangat krusial dalam mendukung ketahanan pangan.
Melalui Keputusan Presiden nomor 39/1978, misalnya Presiden Soeharto memutuskan bahwa tugas utama Bulog  adalah mengendalikan harga beras, gandum,  dan berbagai bahan pokok lainnya.
Agar harganya tetap stabil  baik bagi konsumen maupun produsen sesuai dengan kebijakan yang dicanangkan pemerintah.
Tahun 1993, Bulog diperluas wewenang dan tugasnya, digabungkan dengan Kementerian baru yang saat itu bernama Kementerian Muda Urusan Pangan, Â yang tugasnya mencakup koordinasi pembangunan pangan dan peningkatan gizi masyarakat.
Struktur ini tak berlangsung lama, tahun 1995 kembali Bulog berdiri sendiri. Menjadi lembaga negara dengan status pegawainya adalah pegawai negeri sipil.
Nah ketika krisis mulai menerpa dan Indonesia akhirnya meminta bantuan International Monetary Fund (IMF). Salah satu syarat bantuan IMF ialah memangkas kewenangan Bulog dalam mengelola berbagai kebutuhan pokok.
Karena saat itu peran Bulog menjadi sumber korupsi, kolusi dan nepotisme. Bulog cuma bisa cawe-cawe di komoditas beras dan gula pasir saja.
Ketika masuk pemerintahan Habibie, bahkan wewenangnya dipangkas lagi hanya beras yang masih dipercayakan pada Bulog