Membaca dan menulis.
Semua orang telah melalui tahapan ini sedari kita kecil, sedari kita berusia 5-6 tahun, kita semua telah memulai tahapan ini. Bahkan sampai sekarang kita sendiri masih senantiasa mempelajari dan melakukan dua tahapan pembelajaran ini, yakni membaca dan menulis, walaupun sesuai perkembangan jaman, semuanya beriringan menuju ke dunia digital, tapi esensinya tetap sama dan tidak berubah.
Apabila sedari kecil kita selalu mengkaitkan istilah membaca dan menulis dengan buku ataupun pena, namun pada masa kini kegiatan membaca dan menulis tidak lagi dibatasi oleh kedua alat tulis tersebut. Bahkan bila kita tidak memiliki buku maupun pena, kita tetap dapat membaca maupun menulis, dengan bantuan perangkat elektronik seperti laptop ,ataupun smartphone, sehingga proses membaca dan menulis itu sendiri juga mengalami modernisasi sampai pada tahapan ini.
Guru.
Pada jaman kita kecil dulu, kita mempelajari semua tahap pembelajaran dari seseorang yang kita sebut dengan guru. Beliau dengan sabar akan mengajar kita, memberikan pengetahuan yang dimilikinya bagi kita, bahkan terkadang bercerita pengalaman hidupnya untuk anak didiknya. Bahkan proses modernisasi juga mempengaruhi profesi ini. Sekarang ini, semua orang tidak harus berguru kepada sesosok "guru" untuk belajar, melalui perangkat elektronik seperti laptop maupun smarphone, semua orang bisa belajar mengenai sebuah pengetahuan ataupun informasi terbaru yang tersedia di dunia maya.
Kita.
Bagaimana pengaruh modernisasi tersebut terhadap kita sendiri? Bahkan kita, selaku pelaku tindakan dalam pembelajaran itu sendiri, baik dalam membaca dan menulis, juga terpengaruh jaman yang semakin mengarah ke dunia digital ini. Pengaruh negatif yang kerap kita rasakan dalam abad modern ini adalah kemalasan manusia itu sendiri. Sehingga semua modernisasi tersebut menjadi tidak berarti, apabila semua proses pembelajaran tersebut tidak kita lakukan, dan semua orang dengan smartphone dan laptop mereka disibukan dengan mengumbar eksistensi mereka di sosial media, ataupun bermain game favorit mereka. Sehingga proses pembelajaran kita sebagai manusia, stagnan dan tidak berkembang pada suatu tingkat tertentu. Percaya atau tidak, ini benar-benar nyata terjadi.
Fenomena berhentinya pembelajaran.
Fenomena ini nyata terjadi, entah dipercaya atau tidak, tapi ini adalah kenyataannya. Memang indikator nyata untuk mengukur hal ini tidak ada, dan mungkin saja belum ada yang secara khusus mendalami dan meneliti hal ini lebih lanjut di masyarakat luas. Tapi efeknya sangat nyata, dan dapat kita lihat di sekitar kita, baik di dunia nyata, maupun di dunia maya.
Misalnya ada seseorang yang sedang dalam proses membuat skripsi, tapi ia malah mencari skripsi yang beredar secara online, dan meniru penulisannya, lalu diakuinya sebagai miliknya sendiri untuk diberikan kepada dosennya. Jelas ini salah satu contoh nyata.
Modernisasi yang seharusnya memberi kemudahan dan inovasi dalam proses pembelajaran, kini malah menjadi racun bagi sebagian orang, sehingga memunculkan fenomena berhentinya pembelajaran ini. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk sadar akan bahayanya fenomena ini. Karena teknologi, bisa menjadi obat bagi yang menggunakannya dengan benar, dan bisa menjadi racun bila menggunakannya dengan salah dan sembarangan.
Fenomena Hoax
Ini adalah salah satu akibat dari berhentinya pembelajaran pada manusia. Hoax sendiri adalah berita atau informasi palsu yang berisi kebohongan, baik yang disengaja maupun tidak.
Lantas apa kaitannya?
Saking besarnya kemudahan yang diberikan teknologi digital pada masa kini, sehingga orang-orang menjadi malas untuk kroscek, atau menguji kebenaran sebuah informasi. Sehingga orang-orang sendiri, baik secara sadar maupun tidak, terkadang turut serta menjadi penyebar informasi Hoax.
Cara termudah untuk menguji sebuah informasi adalah membandingkan informasi yang ada. Kita hanya tinggal mengetik sebuah informasi yang kita ingin bandingkan di mesin pencari seperti Google, dan semua informasi yang kita butuhkan akan muncul. Kita bisa bandingkan semua sumber informasi yang ada, atau bahkan kita bisa kroscek secara langsung kepada sumber informasi tersebut, bisa melalui telepon ataupun email.
Fenomena ini sangat sering kita temui melalui sosial media. Bahkan juga terkada media berita ternama juga melakukan hal ini, yaitu menampilkan berita yang tidak benar, ataupun setengah benar, tanpa kroscek kebenarannya lebih lanjut terlebih dahulu ke sumber berita. Hal ini biasanya dilakukan dengan alasan mengejar kecepatan, tanpa mengindahkan ketepatan dan akurasi informasi tersebut.
Fenomena blog sampah.
Blogging sampah yang dimaksud di sini adalah sebuah blog yang tidak berisi informasi, namun berisi kata maupun kalimat pencarian yang diulang ulang, sehingga blog ini akan muncul di mesin pencari seolah-olah berisi informasi yang kita perlukan, akan tetapi sesudah kita mengklik dan masuk ke dalam blog tersebut untuk membaca, kita pun dikecewakan dengan isinya yang tidak nyambung.
Pemilik blog seperti ini hanya mencari traffic saja, tanpa memperdulikan para pembaca ataupun pencari informasi. Dan semakin banyak orang mengklik dan masuk ke blog tersebut, otomatis jumlah pengunjungnya akan meningkat, dan peringkat blog sampah tersebut akan naik di mesin pencari. Hal ini berakibat dengan semakin banyaknya pembaca / pencari informasi yang 'tersesat' ke blog sampah tersebut. Dan jelas sekali, ini sama sekali tidak mendidik, karena para penulis blog tersebut tidak memberikan informasi sama sekali terhadap pembaca.
Pentingnya blogging yang berkualitas.
Dengan semua fenomena yang ada, perlunya kita sebagai blogger lebih peduli terhadap para pembaca. Pembaca juga diwajibkan lebhi bijaksana dalam 'menyaring' konten yang akan dibaca dan diseran informasinya. Karena pada dasarnya semua informasi yang ada di dunia internet tidak semuanya benar. Terkadang informasi yang salah, dibalut dengan kata-kata menarik, gambar-gambar menarik, ataupun video-video yang menarik, sehingga menambah minat baca para pencari informasi, dan semua ini hanya karena sekedar untuk mengejar traffic saja.
Meskipun mesin pencari juga memiliki algoritma tertentu dalam memilah konten yang berkualitas maupun tidak, tentu saja itu tidak sempurna. Contohnya, seseorang yang mencari informasi yang salah di internet, tentu saja mesin pencari akan memberikan informasi yang ia cari tersebut, yaitu informasi yang salah. Dalam hal ini dibutuhkan kejelian pembaca dan pencari informasi untuk memilah informasi yang benar ataupun tidak.
Blog sebagai pengajar.
Di masa kini, Blog seharusnya berfungsi sebagai tempat untuk belajar. Baik bagi para penulis digital, ataupun para pembacanya. Dengan catatan, semua informasi yang ada di dalamnya adalah benar, dan berfungsi untuk menambah pengetahuan para pembacanya.Â
Dibutuhkan kesadaran para penulis blog untuk senantiasa memeriksa sumber informasi yang akan mereka posting melalui blog masing-masing, untuk menghindari kesalahan pemberitaan maupun kesalahan dalam menyerap informasi bagi para pembaca. Tentu saja banyak dari kita, termasuk saya, yang akan mencari sebuah informasi yang kita perlukan dari mesin pencari di internet. Kita pasti berharap untuk menemukan informasi yang benar di sana, maka daripada itu, sangat penting bagi kita untuk menyadari pentingnya kroscek sebuah informasi sebelum menyerapnya ke dalam pemikiran kita.
Saya juga sangat mendukung Kompasiana dengan slogan "Beyond Blogging" yang dikumandangkan pada Januari ini. Blog yang dimaksud di sini adalah secara luas, bukan secara sempit saja (bukan hanya sebuah web platform milik Google). Semoga di era informasi digital ini, dapat berdampak positif terhadap pembelajaran seluruh umat manusia, khususnya diri kita sendiri.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H