Mohon tunggu...
Ferry Wibowo
Ferry Wibowo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Kriminal atau Gaya Hidup?

10 Desember 2016   16:11 Diperbarui: 10 Desember 2016   16:21 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kaltim.prokal.co

Betapa mengejutkan, membaca artikel Kompasiana yang menuliskan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan tercatat sebanyak 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang 2015, dan angka ini mengalami peningkatan sebesar 9% dari tahun 2015. Sedang kasus kekerasan terhadap anak-anak sebesar 1.698 pengaduan pada tahun 2015. Dari angka-angka tersebut bisa kita simpulkan seberapa banyak orang yang mengalami tindak kekerasan di indonesia, namun angka ini juga belum efektif, mengingat banyaknya kasus tindak kekerasan yang tidak dilaporkan, otomatis tindakan ini tidak termasuk di dalam angka-angka tadi.

Ada apa dengan kita?

Indonesia, sewaktu saya kecil dulu, mitosnya adalah negara dengan berbagai macam ragam budaya dan penduduk, dengan masyarakat yang ramah dan bertata-krama. Orang tua saya juga selalu mengajarkan dengan baik, bahwa segala permasalahan yang ada harus diselesaikan secara kekeluargaan, harus dengan berpikiran jernih dan tanpa tindak kekerasan. 

Selain itu pelajaran PPKN jaman saya sekolah dulu juga lebih lagi mengajarkan hal itu. Masih kurang? Bahkan di sekolah saja dulu ada jam khusus untuk bimbingan konseling perkelas dengan didampingi oleh guru khusus konseling setiap minggunya. Dan memang benar, dari semua teman-teman yang saya kenal bersekolah dengan saya, memiliki tendensi sikap seperti saya, cenderung mengesampingkan ledakan emosi dan tindak kekerasan dalam menghadapi masalah. Maka daripada itu, saya cenderung menjadi bingung bila mendengar betapa banyaknya kasus tindak asusila dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.

Saya juga cenderung mellihat tindak kekerasan hampir menjadi gaya hidup masyarakat kita sehari-hari. Di titik ini, saya percaya bahwa anak-cucu kita nanti akan mengingat "Indonesia yang penduduknya ramah dan santun" hanya sebagai mitos belaka. Bagaimana tidak, tindak kekerasan dapat kita temui setiap hari, baik secara minor, maupun yang sudah termasuk kriminal, jadi bila anak-anak kita dididik dengan kekerasan setiap harinya, jangan salahkan mereka bila menerapkan prinsip kekerasan itu juga dalam kehidupan keseharian mereka saat dewasa nanti. Tidak percaya?


 1.Tindakan seperti memukul bagian tubuh anak dengan keras yang mengakibatkan kesakitan, ini sudah termasuk kekerasan.

2.Saat seorang anak diganggu secara fisik, orang tua malah menyuruh membalas pula secara fisik.

3.Saat seorang anak berkelahi dengan orang, dan menang, orang tua malah bangga, ini juga salah.

4.Saat istri melakukan kesalahan, suami malah mengatakan kata-kata kasar, dan melakukan tindakan fisik terhadap istrinya.

5.Saat seorang pria menyenggol / menabrak pria lain di jalan, alih-alih meminta maaf dan melanjutkan perjalanan, malah langsung melakukan kekerasan fisik dan berkelahi.

Sekarang percayakah anda bahwa itu semua adalah bibit-bibit tindak kekerasan yang hanya menunggu waktu saja untuk bertumbuh?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun